2006-06-01

HYPNOTHERAPY

Alam bawah sadar atau yang suka disebut jiwa atau pikiran bawah sadar adalah pusat kontrol manusia dalam berpikir sehari-hari. Manusia beraktifitas biasa-biasapun baik dia sadar atau tidak sadar, selalu tergantung dari apa yang terprogram dalam alam bawah sadarnya. Ingatan (memory) di otak adalah bagian utama program dari alam bawah sadar si manusia agar beraktifitas sehari-hari dalam keadaan sadar. Salah satu contoh adalah kemampuan menyetir kendaraan bermotor yaitu mobil. Ketika masih belajar menyetir, otak manusia akan benar-benar berkonsentrasi (memasuki keadaan Alpha di frekwensi 7-12 Hz ) agar cara-cara menyetir mobil benar-benar masuk ke dalam gudang memory. Selanjutnya setelah beberapa otak akan menyusun secara rapih ingatan-ingatan tersebut, maka alam bawah sadar akan secara otomatis menjalankan program sehingga kita tidak usah kepayahan berkonsentrasi saat menyetir mobil tersebut. Begitupula dengan trauma dan phobia. Trauma dan phobia amat erat kaitannya dengan ingatan kita. Ketika kita mengalami kejadian buruk dan itu benar-benar membekas dalam ingatan, maka response dari alam bawah sadar akan otomatis memprogram pikiran kita disaat sadar bahwa bila kita bertemu hal-hal yang mirip atau berkaitan dengan ingatan buruk kita, maka kita akan menolak/menjauhi hal tersebut.

Manusia pada dasarnya memiliki roh yang berfungsi sebagai baterei dan jiwa (pikiran) yang berfungsi energynya. Jiwa (pikiran) sebagai software yang berada di otak sebagai hardware. Ibarat sebuah komputer, yang disentuh terapi hipnosis atau autohipnosis sebenarnya software (piranti lunak), yakni jiwanya (pikiran). Bukan otak yang bisa diibaratkan hardware (piranti keras). Nah, tugas hipnosis adalah mengungkap rekaman-rekaman dalam alam bawah sadar (pikiran yang tersimpan di otak), membuang rekaman-rekaman negatif, dan memasukkan yang positif.

Dalam proses hipnosis yang terjadi adalah terapis memandu subjek (orang yang dihipnosis) agar dapat-dengan mudah masuk ke dalam keadaan hipnosis. indakan atau perilaku yang terjadi karena proses hipnosis oleh terapis adalah hasil sugesti yang sangat persuasif sehingga subjek terpengaruh.

Proses Hipnotis berperan membantu bagaimana alam bawah sadar itu terbuka, dan disaat terbuka itulah program-program yang sudah tertanam di alam bawah sadar bisa kita setting sesuai kehendak kita. Memang program itu tidak mungkin kita hapus, tapi kita bisa lakukan penutupan program agar phobia atau trauma tersebut bisa dihilangkan, yaitu dengan menanamkan ingatan-ingatan yang baru untuk mengcounter ingatan yang lama, dimana ingatan kejadian buruk tsb menimpa si pasien. Disamping itu, hipnotis juga bisa berguna untuk memaksimalkan potensi yang ada di diri kita, termasuk meningkatkan daya tahan tubuh (kekebalan tubuh) dan juga meningkatkan motivasi kita untuk mencapai sesuatu. Dengan hipnotis, orang yang sakit bisa mempercepat pemulihan tubuhnya sendiri secara maksimal dan juga mengurangi rasa sakit yang diderita. Hipnotis juga sangat efektif diterapkan pada pasien-pasien psikosomatis, yaitu penyakit fisik yang diakibatkan beban psikis (stress) yang terakumulasi.

Kalau badan sudah telanjur sakit, kita bisa melakukan terapi dengan autohipnosis. Segala macam memori negatif dalam alam bawah sadar dihapus. Sementara, kalau penyakit sudah muncul di badan kasar (jasmani), pengobatan dilakukan secara fisik. Ini tugas dokter. Namun, kalau hanya penyembuhan secara fisik, masih ada kemungkinan penyakit timbul lagi, karena dalam jiwanya (badan halus) masih tersimpan rekaman itu. Urusan yang tidak kasat mata ini menjadi target terapi hipnosis atau autohipnosis.

Ada beberapa hal yang perlu ditekankan dalam hipnoteraphy ini, pertama keadaan rileks si pasien bisa lebih tercapai, karena pada saat rileks itulah sebenarnya kondisi tubuh dan otak bisa memasuki alam bawah sadarnya, dan disaat itulah hal-hal yang luar biasa dapat kita kondisikan. Oleh karena itu, sudah saatnya manusia itu bisa memprogram alam bawah sadarnya sendiri guna mencapai kualitas kehidupan yang jauh lebih baik.

Mengejek Ombak


Membiarkan si peneriak ombak mengejek ombak yang tentu saja tidak bisa menyentuh kakinya.....

Pernahkah anda melihat seseorang yang sedang bermain ombak di tepi pantai, pasti pernah, kalau tidak tentu anda belum pernah ke pantai atau saking sibuknya tidak memperhatikan aktivitas di pantai, kasihan juga kalau begitu ....
Tapi pernahkah anda melihat seseorang yang bermain-main di pantai, berteriak pada ombak yang datang mendekati bibir pantai, mendekati tempat berdirinya si orang itu dan lalu dia berlari mundur dan berteriak kepada si ombak,"Hoi nggak kena hoi.....!!!!!"
Pernahkah anda melihat kejadian ini?
Kalaulah pernah tentu anda akan bertanya-tanya, orang ini gila, mentalnya terbelakang atau sedang bercanda....???!!!
Tapi coba kalau anda melihat bahwa yang melakukan itu adalah seseorang yang menggunakan pakaian pendeta agung, entah agama mana, terserah anda deh, dan bergaya penuh kesadaran, penuh keagungan, tapi toh dia melakukan itu, nah, loh!!!!???
Memang saya tidak benar-benar melihat kejadian seperti itu, itu sekedar sebentuk perumpamaan saja akan suatu kejadian dalam bentuk lain, di mana ombak itu adalah individu anonim atau bahkan bisa saja manifestasi dari program komputer yang lalu menjadi spammer di berbagai milis dan lalu kalau kita amati orang-orang yang menggunakan jubah kependetaannya secara artifisial, jubah kesadaran agungnya yang superfisial menyikapinya seolah-olah bentukan itu adalah seseorang yang mau diajak berbicara, mau diajak ngobrol tentang kesadaran, yah seperti berteriak pada ombak itu.
Kita mau mengatakan beliau itu idiot, imbisil atau sinting, tentu tidak enak, tapi kenyataannya beliau semestinya tahu bahwa itu tidak semestinya disikapi dengan gaya dialog, cukuplah diinformasikan ke moderator via japri, lalu kita lanjut ngobrolnya soal yang lain.
Tapi sebetulnya mungkin saja itu merupakan tanda sedemikian kentalnya kebutuhan untuk menunjukkan besarnya perhatian yang bersangkutan itu terhadap komunitas yang dia ikuti, lalu tanpa menunjukkan itu ke hadapan khalayak, rasanya kok kurang pantas sebagai seseorang yang terhormat dan gentleman. Yah, katakanlah sebentul rasa diri ingin diakui atau perhatian yang berlebihan, lalu tentu saja anda bertanya apakah itu bukan sebentuk ego? Sebentuk kedirian, kepemilikan....?
Mungkin saja hal itu sungguh wajar bagi kita semua, namun ketika seseorang itu memposisikan diri sebagai terapist, pakar penghilang ke dirian, pakar penghancur ke egoisan, lalu tentu saja anda akan bertanya-tanya dalam hati, apakah yang bersangkutan ini sedang ngelindur, mabok atau lagi pamer keakuannya yang telah menjadi demikian besarnya sehingga tiada ruang di jagad ini yang tidak diisi oleh ego dan keakuannya sehingga mungkin bagi yang bersangkutan itu lalu tiada aku lagi karena tidak terlihat lagi - saking besarnya memenuhi jagad raya.... :))
Ya, saya pun tidak tahu, sahabat, saya cuma menonton dan meringis sedih saja..... karena ternyata di diskusi lain, ybs itu mengakui metode penghilang aku yang diconteknya dari berbagai metode sebagai metodenya, padahal metodenya itu semestinya menghilangkan rasa kepemilikan dan kemelekatan pribadi pada keduniawian dan segala bentuk egoisme, kok lalu merasa perlu mengklaim sesuatu sebagai ciptaan dan ajaran yang diramunya..... yah, di sini lah perlunya kita dengan besar hati membiarkan si peneriak ombak mengejek ombak yang tentu saja tidak bisa menyentuh kakinya.....

Pasukan Pembela Agama

Sekarang ini banyak beredar Pasukan Pembela Agama (PPA).

PPA ini terdiri atas massa yang emosional dan beringas. Mereka menyerang dan menyerbu segala sesuatu yang mereka anggap sebagai musuh agama. Yang tidak senang dengan PPA menyebut mereka "teroris". Sedangkan massa anggota PPA memandang diri mereka sebagai pasukan yang berjuang di jalan Tuhan.

Yang mana diantara kedua sebutan itu yang benar?

Dua-duanya keliru!
Mereka bukan teroris, sebab teroris biasanya bergerak secara individual, dan mempunyai commitment yang bersifat pribadi. Namun mereka juga bukan pasukan yang berjuang di jalan Tuhan.

Lalu siapakah mereka?
Kata kuncinya adalah: "massa".

Agama sejati mengajak anda menjadi individu yang unik, mendengarkan panggilan Tuhan bagi anda, yang unik HANYA untuk anda. Anda BUKAN bagian dari massa, anda bukan sebutir pasir di sebuah gurun. Anda adalah sebuah pribadi yang unik. Jika anda mendengar suara Tuhan secara pribadi, dan menanggapinya secara bebas, maka anda berjuang di jalan Tuhan. Teroris memang mempunyai commitment pribadi, tetapi saya sangat meragukan bahwa mereka mendengar suara Tuhan dengan benar!

Jika anda menjadi bagian dari massa, maka anda kehilangan kemanusiaan anda. Massa tidak mempunyai jiwa, tidak mempunyai kepribadian, melainkan hanya segumpal entitas yang dikendalikan oleh sesuatu atau seseorang. Sebagai bagian dari massa, anda tidak lagi mengambil keputusan moral atas tindakan-tindakan anda, melainkan larut dan dikendalikan oleh gerakan massa tersebut.

PPA adalah massa yang digerakkan oleh seseorang atau sesuatu untuk menyerang sebuah musuh, yang bagi anggota massa itu telah menjadi "musuh bersama". Musuh yang mana yang menjadi sasaran penyerbuan massa PPA ini? Yang jelas, keputusannya bukan dipegang oleh individu-individu anggota massa tersebut. Yang terjadi adalah, individu-individu tersebut DIGERAKKAN (secara emosional dan ideologis) sehingga kumpulan individu-individu itu bertransformasi menjadi massa yang siap menyerang apa saja, sesuai pesanan!

Menguak Isu Santet

Kebohongan dibalik "penyakit santet" dan cara mengobati Santet

Santet adalah cara menyakiti orang lain dari jarak jauh dengan kekuatan magis, dengan harapan, orang yang yang dikehendaki menjadi sakit atau bahkan meninggal dunia. Ada juga istilah lain yang identik dengan santet, yaitu: ilmu tenung, teluh, guna-guna dan sebagainya. Sebetulnya memang ada beda antara ilmu-ilmu tersebut, tapi tujuan utamanya tetap sama, untuk menyakiti orang lain. Oleh karena itu, di sini saya gunakan satu istilah saja untuk menyebut segala kejahatan menyakiti orang yang menggunakan sihir, yaitu “santet”.
Dalam kehidupan sehari-hari, isu santet justru lebih berbahaya dibanding santet yang sesungguhnya. Bahkan menurut pengalaman saya, dari 100 orang yang merasa atau menganggap dirinya terkena serangan santet, paling-paling hanya 3 yang benar-benar terserang santet. Selebihnya “merasa dan menganggap”.
Mengapa orang bisa merasa dan menganggap dirinya terserang santet? Pertama karena dia percaya pada adanya santet. Kepercayaan ini timbul dari lingkungan dan pengalaman. Sebab lainnya, karena ketidaktahuan akan santet yang sebenarnya, berpikiran negatif, buruk sangka, curiga terhadap orang lain, atau karena dibohongi paranormal. Maksud dari “dibohongi paranormal” adalah orang yang sakit fisik biasa kemudian datang ke dukun/paranormal. Paranormal yang dipercayainya mengatakan “Anda terkena santet”. Pasien yang sudah percaya pada paranormal pasti takut akan penyakitnya, kemudian timbul ketergantungan terhadap paranormal. Kalau sudah begini biasanya paranormal mengadakan sandiwara pengobatan santet yang menghabiskan banyak uang. He..he…
Trik Sulap Mendukung Praktek Paranormal
Sandiwara Pengobatan ini tidak jarang menggunakan trik sulap yang sudah sangat kuno, tapi mungkin belum diketahui banyak orang, termasuk Anda. Trik tersebut antara lain, menggunakan telur sebagai sarana pengobatan. Kemudian telur dipecah dan didalamnya terdapat paku, jarum, silet atau benda asing lain. Kemudian paranormal mengatakan “inilah benda santet yang menyebabkan sakit”.
Trik ini sebetulnya sangat mudah dilakukan. Caranya: telur yang digunakan untuk pengobatan sudah dipersiapkan. Cangkang/kulit telur yang keras dilunakkan dengan cara direndam dalam larutan cuka, kemudian dimasuki jarum, silet dll. Cangkang yang sudah lunak tidak akan rusak bila dimasuki benda dengan teknik tertentu, kemudian cangkang dikeringkan agar menjadi keras kembali. Ada juga yang memakai kelapa yang setelah dipecah didalamnya terdapat ular, lipan, kelelawar, cacing dan binatang menjijikan yang lain.
Tentu tidak semua paranormal suka berbohong semacam itu. Dari sekian ratus paranormal palsu yang beriklan di media masa, ada juga 1 atau 2 yang asli. Namun paranormal yang sudah mengiklankan diri, lebih banyak yang palsu dibanding yang jujur dan benar-benar sakti. Saya yakin, tujuan utama dia memasang iklan adalah untuk mencari uang. Meskipun dia berkata ingin menolong Anda, tetapi bila dia meminta uang sebelum berhasil, apalagi jumlah uang yang diminta tidak sewajarnya, Anda pantas curiga. Bisa-bisa Anda yang sudah bermasalah menjadi bertambah masalah.
Jenis Santet
Dari berbagai literatur buku-buku dan naskah kuno, santet yang berlaku di Jawa (Indonesia) dibagi menjadi tiga jenis. Pembagian ini bedasarkan sumber energi yang digunakan.
Santet Dematrealisasi. Dematrealisasi adalah proses merubah materi menjadi energi. Proses perubahan tersebut tidak seperti proses pencernaan makanan, dimana karbohidrat diolah dalam perut secara mekanik dan kimiawi melalui berbagai tahap, hingga akhirnya menjadi senyawa gula yang siap dibakar menjadi energi. Dematrealisasi terjadi secara tiba-tiba, menyalahi hukum fisika dan kimia. Orang yang memiliki kemampuan seperti ini, sebetulnya juga tidak berdiri sendiri. Ada jin yang membantu. Jin pembantu tersebut bisa didapat dari keturunan atau dari pemujaan.
Proses pengiriman santet jenis ini adalah: Benda yang sudah dirubah menjadi energi, dikirim melalui gelombang energi hingga sampai kepada sasaran. Orang yang menerima energi akan merasa tersentak kaget secara tiba-tiba. Kemudian, energi yang sudah masuk dalam tubuh sasaran diubah menjadi benda seperti semula (matrealisasi).
Orang yang terkena santet jenis ini, di dalam tubuhnya ada benda asing yang menjadi sarana santet. Rasa sakitnya pun tergantung benda apa yang masuk dalam tubuh. Misalnya seorang dimasuki paku/jarum di kepala, maka rasa sakitnya berupa nyeri karena tusukan. Bila yang dimasukan adalah silet, maka akan penderita akan merasa disayat-sayat.
Kemampuan merubah materi atau benda menjadi energi termasuk kemampuan yang sangat langka. Dari 100 lebih paranormal yang saya kenal, hanya seorang yang mampu melakukannya. Dalam penelitian yang saya lakukan, kebanyakan kemampuan “menghilangkan” benda yang dipraktekan paranormal hanyalah tipuan mata. Misalnya, ketika paku atau jarum yang haya ditiup kemudian hilang dari pandangan. Sebetulnya itu hanya trik sulap yang mengandalkan kecapatan tangan. Memang di Indonesia sulit memebedakan mana pesulap dan mana orang sakti.
Santet Energi Pribadi. Santet Energi Pribadi adalah kemampuan visualisasi dengan konsentrasi penuh, hingga “hayalan” dalam visualisasi tersebut seolah-olah nyata terjadi. Visualisasi biasanya berupa bayangan bahwa orang yang dituju sedang merasakan sakit sesuai yang diharapkan. Jenis santet ini menggunakan alat bantu visualisasi berupa boneka yang diibaratkan sebagai orang yang akan disakiti. Boneka tersebut ditusuk atau disayat dengan niat menusuk/menyayat tubuh orang yang dituju.
Kekuatan jiwa seseorang, jika disalahgunakan, dapat berubah menjadi kekuatan santet. Misalnya, dengan kekuatan kehendak (konsentrasi) yang maksimal, seseorang dapat mempengaruhi jiwa orang lain. Dalam buku kuno saya temukan kisah unik tentang seorang pandai besi dan petani yang bertengkar. Malam hari, si pandai besi itu masuk kamar, memusatkan konsentrasi sambil memukul-mukul besi.
Ketika besi dipukul, ia berniat mengirim “gelombang” suara itu agar mengganggu tidur sang petani. Terbukti, dalam beberapa malam, petani itu tidak dapat tidur karena mendengar suara aneh bergemuruh dalam kamarnya.
Di Madura ada kisah santet tidak sengaja (ngawur) yang unik. Setelah siang harinya bertengkar dengan tetangga, seseorang masuk kamar dan membaca kalimat ciptaan sendiri, yang diulang-ulang, berbunyi : Alif lam mim, dzalikal kek tabuk. Dalam bahasa Madura, kek tabuk berarti sakit perut. Setelah mantra yang sekilas mirip firman Allah itu dibaca disertai kehendak batin yang kuat agar perut tetangganya sakit, maka sakit itu pun terjadi.
Santet Energi Non Pribadi. Energi khodam atau energi yang bukan dari diri.adalah kemampuan memanfaatkan makhluk halus dari jenis jin untuk didayagunakan sebagai alat menyampaikan kehendak. Misalnya, dengan memuja tempat keramat yang dihuni makhluk-makhluk halus.
Kalau boleh berkata jujur, sebenarnya ilmu santet yang populer pada tahun 70–an ini, sudah hampir punah. Bahkan pada tahun 80–an boleh dikata benar-benar punah. Santet menjadi marak karena banyak dibahas (dibesar-besarkan) oleh mas media saja. Paranormal yang banyak berbicara tentang santet, tujuannya hanya untuk gagah-gagahan, biar dianggap hebat, sakti, sekaligus melancarkan bisnis jimat anti santetnya, padahal, mereka itu mengetahui santet hanya dari membaca buku atau mendengar kata orang.
Menurut pengamatan saya, santet yang (mungkin) masih digunakan orang-orang pada zaman sekarang ini adalah santet yang bersumber dari “energi negatif” yang terdapat pada tempat-tempat angker. Misalnya, kuburan tokoh sakti berilmu hitam, atau tempat yang disitu dikultuskan orang-orang yang senang berbuat musyrik.
Tempat-tempat yang mengandung energi negatif itu dapat dimanfaatkan, semisal, mengambil bagian dari tanah yang ada disitu lalu ditebarkan di tanah/rumah orang yang hendak disakiti, atau melakukan transaksi (ikrar musyrik) dengan makhluk halus, dengan maksud minta bantuan mereka.
Prasangka Mempengaruhi Gejala Fisik
Santet, sebagaimana saya sebut diatas, lebih banyak unsur isu dan prasangkanya. Orang karena merasa terserang santet, bisa menjadi sakit betulan. Orang karena berprasangka buruk, disaat mag-nya kambuh menuduh tetangganya menggunakan santet. Dalam hal ini agama sudah memberikan rambu-rambu agar manusia berhati-hati dalam berprasangka. Dan agar meneliti kebenaran kabar yang dibawa oleh orang-orang fasik.
Berkaitan dengan prasangka itu, ada kisah tentang beberapa murid yang disuruh membongkar peti yang dikubur oleh gurunya. Sang guru mengatakan bahwa dalam peti itu terdapat mayat yang sudah membusuk. Sengaja guru ingin membuktikan dan memberi pelajaran bahwa gejala fisik yang dialami manusia juga bisa disebabkan karena prasangka. (Jika Anda mempelajari hypnosis maka Anda akan lebih faham tentang hubungan antara pikiran dan tubuh).
Beberapa murid saat membongkar kuburan untuk mengangkat peti mati itu, ada yang sekedar mual, bahkan ada yang muntah-muntah. Padahal, ketika peti itu dibuka, didalamnya tidak ditemukan mayat atau benda lain yang berbau busuk. Ini membuktikan, betapa orang itu banyak dipengaruhi oleh prasangkanya pikirannya. Sebagaimana orang-orang awam, yang karena ketidaktahuannya mengenai penyakit, menjadi percaya apa kata paranormal bahwa dirinya.
Karena itu kita dapat melihat, isu tentang santet lebih marak di pedesaan dimana taraf berpikir masyarakatnya masih terbelakang Terbukti, setiap korban isu santet, latarbelakangnya adalah: Rebutan warisan, persaingan antar dukun, rebutan pengaruh antar tokoh masyarakat, dan sebagainya.
Amalan Menolak Santet
Sebenarnya banyak cara berlindung pada Allah SWT untuk menolak serangan sihir (santet). Misalnya, membaca Ayat Kursi ketika menjelang tidur malam, dan sebagainya. Disini saya uraikan 3 cara yang mudah dilakukan. Anda boleh mengamalkan salah satu atau semuanya.
Seorang guru ilmu hikmah mengijazahkan kepada saya agar banyak mewiridkan Surat Al-Mukmin : 27 sebagai berikut : Wa qaala muusaa in-ni ‘udztu birab-bi wa rab-bikum min kulli mutakab-biril laa yu’minu biyaumil hisaab. Cara mengamalkannya, dibaca secara bebas, tidak terikat oleh jumlah dan waktu. Insya Allah, segala niat jahat akan kembali meghantam si pelakunya, sebagaimana Nabi Musa AS yang selamat dari kezaliman Raja Fir’aun.
Agar selamat dari santet, anda cukup membaca doa sebagai berikut: Bismillahil ladzii laa yadhurru ma’asmihii syai-un fil ardhi wa laa fissamaa-I wa huwas samii’ul ‘aliim. Doa ini cukup dibaca 3 atau 7 kali menjelang pagi dan petang, atau setelah shalat subuh dan mahrib. Insya Allah, bahaya yang halus maupun yang nampak, akan digagalkan oleh Allah SWT.
Berpikir Positif Dapat Menolak Santet
Terlepas dari semua cara-cara menolak santet itu, sebetulnya ada hal yang justru memegang peranan sangat penting dalam menolak santet, yaitu, kondisi pikiran kita. Santet hanya bisa masuk bila kondisi pikiran kita kacau, stress, marah dan gejolak emosi negatif yang lain. Jadi, berpikirlah yang positif dan selalu bergembiralah dalam menghadapi segala masalah. Berpikir positif berarti berbaik sangka (husnudz-dzon) kepada Allah SWT dan kepada sesama manusia. Ini adalah cara alamiah menanggulangi santet. Dengan senantiasa berpikir positif Anda tentu akan menilai segala sesuatu dan kejadian dengan mengambil hikmah/pelajaran. Sehingga kejadian apapun yang menimpa Anda, tidak akan mampu membuat pikiran Anda kacau.
Melawan Kezaliman
Suatu saat manusia akan menghadapi ujian hidup yang tidak menyenangkan. Misalnya, kedudukan di kantor direbut teman sejawat, diancam orang yang merasa dirugikan nama baiknya, dan gangguan lain yang tidak menyenangkan. Menghadapi ujian hidup yang demikian ini, tidak perlu mencari dukun santet. Selain dosa besar, sekarang banyak dukun palsu yang mengaku ahli santet hanya untuk mendapatkan uang.
Langkah yang paling baik menghadapi kezaliman adalah berserah diri kepada Allah SWT. Para ahli hikmah menyarankan orang-orang yang dizalimi itu dengan menambah prihatin. Misalnya, tetap sabar dengan apa yang terjadi, tidak mendoakan keburukan bagi orang yang berbuat zalim, dan mohon perlindungan pada Allah SWT dengan doa atau amalan sebagaimana tersebut diatas, dengan banyak puasa, berdoa pada keheningan malam, dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman, hanya dengan sabar dan tawakal saja, orang yang dizalimi itu justru manjadi jaya. Sebaliknya, orang yang zalim itu justru akan diurus sendiri oleh Allah SWT. Kata orang bijak, orang baik itu awalnya kalah, setelah itu baru menang. Sebaliknya, orang zalim itu menang pada permulaannya. Setelah itu baru kalah. Menghadapi orang zalim, untuk menentramkan hati, berkeyakinanlah bahwa setiap kezaliman yang ditujukan pada kita adalah ujian dari Tuhan untuk mengangkat derajat.
Namun demikian ada amalan-amalan khusus yang kurang etis untuk dikupas secara umum. Yaitu, amalan untuk membalas kejahatan orang lain setimpal dengan kadar kezalimannya. Selain dengan hizib, yang efektif justru dengan nadham asma al-husna yang amalannya pendek dan mudah dihayati. Membalas kezaliman dengan “hajaran” dibenarkan jika dimaksudkan untuk memberi pelajaran. Namun demikian, memaafkan tentu lebih mulia
Mengobati Santet
Terkadang, kita temui kejadian aneh yang tidak masuk akal. Misalnya, munculnya belatung di sekitar tubuh tanpa kita ketahui asalnya, atau mimpi buruk yang memaksa kita untuk meminum darah dan setelah itu perut menjadi sakit, dan sebagainya.
Proses masuknya kekuatan sihir atau santet yang ditujukan pada fisik seseorang ditandai dengan adanya gangguan pada pikiran dan munculnya gangguan lain yang tidak wajar. Namun demikian, tidak setiap keganjilan itu disebabkan oleh sihir. Terkadang muncul gejala aneh disebabkan oleh gangguan kejiwaan yang muncul dari diri sendiri.
Melawan energi-energi negatif dari luar (semacam santet), jika itu ditujukan pada suatu lokasi (tempat usaha, dsb) dapat menggunakan tebaran garam kasar dan rempah-rempah yang berbau menyengat semacam dlingo dan bengle. Sedangkan santet yang diarahkan pada fisik, dapat dinetralisasi dengan bahan yang hampir sama. Yaitu, mandi air garam kasar.
Cara batin mengobati santet, bacakanlah 3 rangakain shalawat, yaitu:
Shalawat mahabbah (Shallallah ‘ala Muhammad) x 1111
Shalawat Nuridz-dzati x 111
Shalawat Munjiyat x 11
Setelah itu ditiupkan pada air putih. Sebagian untuk mandi dan sebagian untuk minum. Dan ingat kuncinya! Segala ikhtiar melawan santet harus disertai keyakinan bahwa setiap penyakit, sekalipun itu santet, adalah ujian dari Allah dan pasti ada obatnya.

Pengalaman Relijius menurut William James

Selama ini semua tulisan dengan warna agama yang dikirimkan ke milis mendasarkan argumennya pada logika belaka; penalaran berdasarkan prinsip-prinsip induksi deduksi dan penelusuran arti dari ajaran-ajaran agama. Baik agama yang dianut oleh pengirim maupun pembahas posting, maupun agama lain yang ditelaah.

Apakah tidak ada cara lain? Tentu saja ada, walaupun barangkali cara itu tidak familiar. William James, seorang perintis psikologi dari Amerika Serikat, dalam bukunya yang sudah berusia satu abad dan berjudul "Varieties of Religious Experience" (sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia) berusaha mengerti fenomena keagamaan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan individu manusia. Manusia sebagai individu, dan bukan manusia sebagai kelompok angka-angka statistik belaka atau manusia sebagai
pembuat rekor output industri. Manusia sebagai manusia.

William James melihat bahwa agama (religi) hanya berarti apabila dialami sebagai pengalaman pribadi. Artinya, ada pengalaman pribadi yang bisa diterangkan dengan menggunakan simbol-simbol dari agama tertentu yang dihayati sedemikian rupa sehingga tidak dapat dipisahkan lagi dari narasi kehidupan seseorang. Agama dalam arti itu tidak lagi berputar di segi argumentasi belaka, tetapi sudah masuk kedalam kesaksian pribadi
tentang bagaimana sosok imanen dan transenden yang dinamakan "Tuhan" telah beraksi secara konkrit dalam kehidupan pribadi seorang penganut agama.

Aspek inilah yang sangat dangkal di Indonesia. Argumen yang ada hanya berputar pada agama mana yang paling benar. Tentu saja jawabnya tidak ada. Sama saja dengan bertanya agama mana yang paling salah. Jawabnya tetap, tidak ada agama yang salah. Agama adalah buatan manusia. Konsepsi belaka. "Tuhan" juga adalah konsepsi belaka, suatu abstraksi dari sesuatu yang diasumsikan dialami secara pribadi oleh orang per orang.

Menurut James, ajaran agama atau religi adalah suatu wadah dialog antara penganut dan sesuatu yang dipercayainya sebagai "Tuhan". Harus ada dialog berupa pengalaman pribadi. Apabila itu tidak ada, maka yang terjadi adalah seperti orang buta yang menuntun orang buta. Seperti menggunakan buku penuntun doa untuk memimpin orang-orang lain yang membeo di belakangnya. Hasilnya seperti apa tidak akan dimengerti, dan
gunanya untuk apa juga tidak diketahui. Paling jauh orang itu hanya akan membuka buku lain lagi untuk memperoleh jawabnya, atau bertanya kepada orang lain yang dianggap mengerti. Inilah situasi di Indonesia.

William James di dalam bukunya melihat bahwa ada dua macam manusia penghayat keagamaan; yaitu: manusia yang lahir dua kali (twice born), dan manusia yang lahir satu kali saja (once born).

Manusia yang lahir dua kali adalah manusia yang mengalami suatu pengalaman relijius traumatis: suatu perjumpaan pribadi dengan yang absolut. Perjumpaan pribadi itu bisa diceritakan dengan narasi yang terstruktur rapi sehingga akan dimengerti oleh orang lain juga. Narasi akan berupa deskripsi tentang hal-hal yang sedikit demi sedikit akhirnya membawa seseorang sehingga mengalami hal traumatis tersebut. Dan setelah hal traumatis berupa pengalaman relijius yang menggoncangkan itu dialami, subyek akan berubah total. Berubah total dalam arti akan menjadi seorang yang percaya penuh bahwa "Tuhan" memang berperan dalam hidupnya dan bahwa ada misi tertentu di hidupnya. Tuhan tidak lagi menjadi suatu kata kosong seperti yang dialami oleh sebagian besar dari kita, tetapi merupakan suatu kata penuh makna yang terkait erat dengan hidupnya hari per hari, menit per menit, detik per detik. Tuhan hidup di dalam diri subyek.

Manusia yang lahir satu kali adalah mereka yang tidak pernah mengalami pengalaman relijius traumatis. Hidup berjalan sebagaimana adanya tanpa merasa perlu adanya intervensi Tuhan dalam kehidupan pribadi. Tanpa merasa perlu adanya intervensi yang benar-benar terasakan bahwa "Tuhan" berbicara kepada subyek dengan kata-kata yang jelas dan tidak bisa diartikan lain. Karena tidak ada keinginan dan harapan bahwa Tuhan perlu hadir secara pribadi, maka kehidupan subyek akan berjalan seperti itu saja selama hidupnya. Memang relijius, tetapi relijius suam-suam kuku saja. Tidak ada yang istimewa, semuanya seperti terstruktur dalam buku petunjuk. Hidup seperti apa adanya. Gembira bila sedang gembira, dan sedih bila sedang sedih.

Mereka yang mengalami kelahiran dua kali secara relijius terutama berasal dari kalangan Protestan, dan mereka yang cuma lahir sekali terutama berasal dari kalangan Katolik. Itu menurut penelitian William James dengan kesaksian-kesaksian tertulis yang tak terhitung
banyaknya di dalam bukunya itu.

Mereka yang mengalami kelahiran dua kali adalah mereka yang hidupnya bisa berubah total setelah bertemu "Tuhan". Bisa menjadi seorang yang taat beragama walaupun tadinya seorang yang tidak percaya. Bisa melakukan hal-hal luar biasa walaupun tadinya tidak memiliki tenaga dan daya untuk itu. Tetapi mereka yang hanya lahir sekali saja hanya akan seperti itu saja selama hidupnya. Pengalaman relijiusnya terutama bersifat komunal, dan bukan pengalaman pribadi bertemu dengan "Tuhan" dalam suatu ruang dan waktu tertentu.

Masyarakat Indonesia terutama terdiri dari mereka yang lahir satu kali saja. Jarang kita bertemu seseorang yang asli, yang mengalami sentuhan "Tuhan", yang memiliki pengalaman relijius traumatik sehingga tidak lagi tergoyahkan di dalam imannya. Yang tahu bahwa sesuatu yang dipercayainya adalah benar walaupun semua orang lain tidak percaya.

Dan lahir dua kali tidaklah harus berarti memiliki suatu pengalaman relijius dalam arti orthodoks konvensional atau menuruti ajaran-ajaran majelis ulama ini atau majelis ulama yang itu. Tidak seperti itu maksudnya. Kelahiran dua kali melalui pengalaman relijius traumatik adalah pengalaman pribadi yang berada di luar jangkauan kategori-kategori KTP. Bisa saja dikategorikan sebagai musyrik atau bidah. Tetapi itu genuine, asli, dan itulah yang berarti besar secara rohaniah karena tidak ada lagi yang bias menggoyahkan keyakinan orang itu.

Kalau yang lahir hanya satu kali, pengalaman relijiusnya hanya seperti itu saja. Komunal berupa hari raya yang semakin lama semakin terasa membosankan. Yang mencari "Tuhan" kesana kemari tetapi tidak juga ditemuinya.

PERSPEKTIVISME - TUHAN

"I don't need to believe in GOD, because I AM"
Karya seni adalah manifestasi atas sosok seniman itu sendiri.Dengan kebebasan untuk memilih, seniman mengekspresikan dirinya melalui karya-karya yang bercerita. Keberagaman ciptaan merupakan bagian dari proses menuju kesempurnaan. Masing-masing ciptaan menceritakan sosok penciptanya pada setiap masa. Totalitas menjadi sebuah keharusan untuk menuju kesempurnaan, dimana ia berhasil menyatu dengan karya yang sekaligus menjadi dirinya. Karya paling sempurna…
Manusia adalah ciptaan Tuhan paling sempurna, manifestasi Sang Sempurna atas kesempurnaanNYA. Berawal dari Sang Sempurna menuju/kembali kepada Sang Sempurna. Manusia Tuhan dan Tuhan manusia…

Kausa Prima
"Manusia butuh Tuhan untuk menjadi sempurna"
Mungkinkah manusia menemukan kesempurnaan tanpa Tuhan?
Pertanyaan:
Mengapa harus mempercayai kesempurnaan ketika kesempurnaan Tuhan itu sendiri tidak bisa dijelaskan?
Jawaban:
Bagaimana mungkin pertanyaan tentang kesempurnaan bisa diajukan ketika (Sang) sempurna itu sendiri ditiadakan?

Manusia memerlukan kausa prima (sempurna) untuk memahami, mempertanyakan, mempercayai, mencapai atau menjadi sempurna. Mengingkari (kesempurnaan) Kausa prima adalah berarti mengingkari kesempurnaan (manusia) itu sendiri. Kebebasan untuk memilih adalah faktor yang menentukan kesempurnaan atau ketidaksempurnaan manusia. Kebebasan memilih adalah esensi pencipta-ciptaan itu sendiri.

Konsepsi awal kesempurnaan (manusia) adalah atas ucapan-petunjuk Sang Sempurna itu sendiri. Manusia (hanya) bisa sempurna ketika ia mempercayai kesempurnaan Tuhan yang menciptakannya sedemikian rupa (paling sempurna). Jika Sang Sempurna mengingkari nubuatnya sendiri atas kesempurnaan manusia (ciptaan paling sempurna), bukankah hal tersebut menjadikannya tidak sempurna? Bahwa kesempurnaan tidak ada? Nihilisme…

Paradoks Sempurna

Bisakah Tuhan menciptakan sebuah batu besar yang tidak mampu ia angkat?
Paradoks Sang Maha Pencipta yang sekaligus menjadi Maha Perkasa (mampu mengangkat benda sebesar apapun). Pilihan jawaban bagi pertanyaan diatas jelas bergantung pada perspektif individu penjawabnya. Memilih Sang Maha Pencipta adalah meniadakan Sang Maha Perkasa begitu pula sebaliknya. Perpektif adalah hakekat yang dimiliki manusia oleh keberadaan ego – ego adalah manusia itu sendiri.



Ego individu yang "rendah" akan mendekonstruksi eksistensinya dengan menempatkan individu bersangkutan sebagai pihak yang selamanya memiliki keterbatasan untuk memahami Sang Sempurna. Sementara ego (individu) yang "tinggi" akan menolak kesempurnaan atau meniadakan eksistensi Sang Sempurna itu sendiri. Kedua contoh diatas menggambarkan karakteristik ego (manusia) yang berbentuk dualitas ketika mencoba memahami Yang-Satu - dengan memberikan jawaban yang sama-sama absurd.

Bagaimana ego (individu) bisa memahami kesempurnaan (Sang Sempurna) ketika ia merasa tidak (akan pernah) sempurna? Bukankah justru kelompok-kelompok yang memiliki ego sedemikian rupa (rendah) senantiasa "merasa" mengenal Sang Sempurna dan kesempurnaannya ketika ia hidup didunia. Bagaimana mungkin yang tidak sempurna bisa menceritakan arti sempurna? Bukankah sama halnya dengan seorang buta warna yang berusaha meyakinkan bahwa dunia ini berwarna-warni?

Bagaimana pula ego (individu) bisa (merasa lebih) sempurna ketika ia justru mendekonstruksi (kausa prima) sempurna itu sendiri? Bukankah sempurna menjadi tidak ada ketika ego melampauinya? Bukankah selamanya ego menjadi tidak akan pernah mengerti, memahami, atau menjadi sempurna? (nihilisme)

Paradoks diatas sesungguhnya akan sangat mudah untuk pahami jika ego mampu bercermin pada esensi mendasar (pemahaman) ego itu sendiri. Kebenaran jawaban dari ego penjawab (yang berbentuk) dualitas sepatutnya direfleksikan kepada (dualitas) ego pemilik pertanyaan:

Tuhan bisa melakukannya – jika jawaban tersebut membuat ego (yang menginginkan kesempurnaan) merasa lebih sempurna. Atau,

Tuhan tidak bisa melakukannya – jika jawaban tersebut membuat ego (yang menginginkan kesempurnaan) merasa lebih sempurna.

Ada hal menarik yang bisa ditarik dari kedua kesimpulan diatas, bahwa ego senantiasa menginginkan kesempurnaan dan bisa melakukan apa saja keinginannya atas kebebasan untuk memilih, yang membuat Tuhan (kausa prima sempurna) bisa melakukan apa saja yang diinginkan ego. Tuhan bisa melakukan apa yang dikehendaki ego ketika ego bisa melakukan apa saja kehendaknya terhadap Tuhan. Namun hal yang perlu dicermati ialah bahwasanya kedua jawaban tersebut hanya bisa "sempurna" ketika eksistensi kausa prima (sempurna) tetap dipertahankan.

Jawaban pertama jelas tetap mempertahankan eksistensi `sempurna', sementara jawaban kedua hanya bisa benar jika hasilnya tidak menghilangkan eksistensi `sempurna' itu sendiri. Jika ego pada jawaban kedua tetap mempertahankan kausa prima kesempurnaan, ia akan menemukan bahwa dualitas bisa-tidak bisa sebagai bentuk `ilusi' dari ego itu sendiri - yang bisa memberikan faktor kepuasan (kesempurnaan), dimana-bagaimanapun ia diletakkan atas dasar kebebasan untuk memilih. Fenomena yang menjelaskan mengenai pentingnya `batas' untuk tidak melampaui kausa prima `sempurna' itu sendiri untuk menghindari nihilitas.



Suatu hal yang telah sempurna sejak awal konsepsi Tuhan (Sang Sempurna) diturunkan kepada manusia. Sebagai ciptaan yang (paling) sempurna, namun tidak (jangan) melampauinya. Manusia memerlukan Tuhan untuk sempurna…

Dualitas Ego
"Ego mengenali Yang Satu dalam bilangan lebih"

Perspektif adalah konsekwensi mutlak atas keberadaan ego. Perspektif (indra-nalar) manusia melahirkan persepsi atas (ilusi) dualitas. Siang-malam, terang-gelap, positif-negatif, baik-buruk dan seterusnya. Sebuah fenomena satu yang dipahami sebagai dua hal yang `berlawanan' - dualitas merupakan format paling primitif ego. Siang adalah lawan (kebalikan) dari malam, terang adalah lawan (kebalikan) dari gelap, positif adalah lawan (kebalikan) dari negatif, baik adalah lawan (kebalikan) dari buruk dan seterusnya, dimana ego (manusia) memiliki kebebasan untuk memilih diantara keduanya.

Apakah terang dan gelap adalah faktor eksternal yang ditangkap oleh panca indera-otak manusia dan dipahami (oleh ego) sebagai "realitas"? Bagaimana ego bisa mengenal baik dan buruk ketika hal tersebut tidak dapat langsung ditangkap oleh panca indera-otak manusia?

Bukankah hal tersebut secara tidak langsung menyiratkan sifat alamiah ego yang mendasari pemahaman manusia yang berbentuk dualitas? Apakah kemampuan panca indera-pemikira manusia lah yang membentuk (realitas) dualitas, atau sebaliknya ego lah yang menggerakan panca indera-otak untuk membentuk (ilusi) dualitas atas Yang Satu?

Apakah keberadaan Kausa Prima - Sang Sempurna - Yang Satu sesungguhnya mengarahkan ego untuk menjadi sempurna?

Trinitas Ego
"Ego mengenali dirinya dalam bilangan lebih"

Ego mencari kesempurnaan. Trinitas (Tiga dalam satu atau sebaliknya) merupakan transformasi lebih lanjut atas upaya ego memahami Yang Satu secara lebih baik. Wujud trinitas ego tercermin pada berbagai fenomena yang (sesungguhnya) berhubungan langsung dengan manifestasi Sang Sempurna. Dualitas ego mulai memahami bahwa keberadaan 2 elemen yang berlawanan adalah saling mengimbangi dan meniadakan. Tidak ada siang tanpa malam, tidak ada baik tanpa buruk, tidak ada positif tanpa negatif dan seterusnya ditambah faktor yang menyebabkannya.

Trinitas adalah bentuk sublimasi elemen ke-3 yaitu fenomena yang senantiasa berlaku pada beberapa fenomena-fenomena dualitas. Fenomena yang mengawali, berada ditengah-tengah atau mengakhiri dualitas - tidak berawal dan tidak berakhir. Pemahaman yang lebih jauh atas keberadaan Kausa Prima, kausa atau gaya pada alam semesta.



Anak-Bapak-Roh Kudus, Brahma-Siwa-Wisnu, Tesis-Antitesis-Sintesis adalah bentuk-bentuk Trinitas (ego). Ego mulai memahami gambaran yang lebih kompleks dan abstrak atas kesempurnaannya dan/atau atas atas yang satu dan Yang Satu.

Anak-Bapak-Roh Kudus

Anak adalah faktor seimbang dari elemen bapak (dualitas), sementara roh kudus merupakan sublimasi atas faktor yang lebih sempurna/menyempurnakan keberadaan keduanya. Secara implisit elemen roh kudus berada pada posisi yang paling tinggi.

Brahma-Siwa-Wisnu

Pada konsep Trimurti (3 atas 1 dan/atau sebaliknya); Wisnu adalah Pencipta, Brahma Pemelihara, dan Siwa adalah Penghancur / Perusak. Umat Hindu meletakan Siwa pada posisi teratas diantara ketiga elemen tersebut.

Tesis-Antitesis-Sintesis

Dalam dunia modern para ilmuwan menempatkan elemen-elemen (trinitas) tesis, antitesis dan sintesis pada posisi yang setara. Tesis adalah faktor penyeimbang, yang mengadakan dan/atau meniadakan antithesis, sementara sintesis yang meniadakan keduanya atau tidak ada tanpa kehadiran keduanya.

Psikologi dan Trinitas
"Waktu, situasi, tempat dan fenomena adalah warna bagi ego"

Dalam beberapa kasus, dualitas ego masih mengambil peran dominan dalam pemahaman trinitas. Kondisi psikologis atas waktu, situasi, tempat serta fenomena yang berbeda adalah faktor yang menentukan keberadaannya.

Dalam trinitas Anak-Bapak-Roh kudus, faktor psikis yang melandasi upaya pencarian kesempurnaan, ketenangan hidup, (konsep-konsep abstrak) membuat ego menempatkan elemen abstrak (Roh kudus) menempati posisi tertinggi diantara elemen-elemen lainnya. Keterikatan ego pada format lama dualitas (tinggi-rendah) mengambil peran dominan dalam memunculkan pemahaman melalui bentuk trinitas tersebut.

Selain itu, dogma Katolik telah sejak awal dilandasi oleh konsep (dualitas) tinggi-rendah antara pencipta dan ciptaannya. Anak dan bapak adalah elemen atau simbol yang bisa dipersonifikasi oleh sosok manusia (si rendah), sementara posisi yang tinggi haruslah diwakili simbol abstrak yang tidak bisa dipersonifikasi oleh siapapun kecuali-Yang Satu (Tinggi).



Dalam Trimurti (Hindu), ketiga elemen tidak dipandang sebagai sebagai simbol yang bisa dipersonifikasi oleh sosok manusia. Siwa menempati posisi tertinggi ketika elemen yang diwakilinya merupakan lawan/penyeimbang (antitesis) dari Wisnu. Hal tersebut berbeda dengan trinitas Anak-Bapak-Roh kudus, dimana secara sekilas tampak bahwa Brahma-lah yang sepatutnya menempati posisi tertinggi diatas kedua elemen yang berlawanan tersebut (Siwa-Wisnu).

Hindu sebagai salah satu aliran kepercayaan tertua, diturunkan ketika manusia masih sangat jauh untuk bisa mengatasi kondisi alam. Faktor psikis yang didominasi oleh kecemasan, ketakutan, ancaman, kerusakan, atau kehancuran dari alam atas manusia adalah bagian yang melandasi ego (yang terikat pada dualitas tinggi-rendah) menempatkan Siwa pada posisi tertinggi. Beda halnya pada (trinitas) tesis-antitesis-sintesis dimana dualitas (tinggi-rendah) ego tidak mengambil peran apapun didalamnya.

Disini contoh-contoh diatas tampak jelas bahwa ego memiliki kebebasan untuk memilih bentuk pemahamannya atas fenomena trinitas. Namun keterikatan ego akan dualitas senantiasa muncul ketika memakna Yang Satu (Kesempurnaan). Faktor psikis (dualitas tinggi-rendah) hadir ketika ego berhadapan dengan trinitas yang menempatkannya sebagi ciptaan (yang lebih rendah), fenomena yang tidak terjadi pada (trinitas) tesis-antitesis-sintesis dimana ego berperan sebagai penciptanya.

Dualitas tinggi-rendah merupakan refleksi ego atas fenomena (dualitas) pencipta-ciptaan. Apakah pencipta-ciptaan merupakan realitas yang dipahami oleh (ego) individu? Atau ego itu sendiri yang sesungguhnya memunculkan dualitas pencipta-ciptaan? The Creator and Co-Creator…

Awal dan Akhir kesempurnaan
"Awal kesempurnaan merupakan akhirnya"

Anak (tesis)-Bapak (antitesis)-Roh Kudus (sintesis), Wisnu (tesis)-Siwa (antitesis), Brahma (sintesis). Tanpa kehadiaran dualitas (tinggi-rendah) ego, (trinitas) tesis-antitesis-sintesis bisa disublimasikan atau diekstrakan pada-dari bentuk-bentuk trinitas lainnya. Waktu membawa pemahaman yang lebih sempurna atas yang satu dan Yang Satu.

Fenomena yang menarik adalah bahwa trinitas telah ada dan dipahami jauh sebelum (trinitas) tesis-antitesis-sintesis dijabarkan oleh ilmu pengetahuan modern. Trinitas berlaku universal pada keseluruhan hukum yang berlaku dialam semesta. Apakah secara implisit hal tersebut menjelaskan bahwa (manifestasi) Sang Sempurna telah sempurna sejak awalnya? Dan evolusi (pemahaman) manusia adalah menuju Sempurna?

Apakah ketidak hadiran (dualitas) ego pada fenomena trinitas membawa pemahaman atas kebenaran sejati? Secara pribadi saya meyakini bahwa jawaban atas hal tersebut merupakan kunci untuk menguak misteri nihilisme – bahwa nihilisme (hanya) terjadi akibat pengingkaran kesempurnaan pencipta-ciptaan itu sendiri… SINERGI SEMPURNA.