2009-02-03

Ilmu Kesempurnaan

Manusia secara biologis diciptakan pertama kali dari tanah merah saja, yang berfungsi sebagai wadag (tempat) peremayaman roh selama didunia ini. Sehingga Jasad Manusi tidak akan kekal abadi, akan membusuk kembali ke tanah, selebihnya adalah roh Allah, yang setelah kemusnahan raganya, akan menyatu kembali dengan ke abadian.

Dan karena surga dan neraka itu adalah untuk derajat fisik, maka keberadaan surga dan neraka adalah di dunia ini. sesuai dengan pernyataan populer, bahwa dunia adalah penjara bagi orang mukmin.

Dunia adalah Neraka bagi orang yang menyatu padu dengan Allah, setalah meninggal, ia terbebas dari belengggu wadag-nya, dan bebas bersatu dengan Allah. Di dunia menunggalnya hamba dengan Allah sering terhalang oleh badan Biologis, yang disertai nafsu-nafsunya.

Kemanunggalan Allah, Nur Muhammad, dan Ingsun sejati terdapat roh al-idhafi, roh al-haqq dan al-haq itu sendiri

Bagiku makna hakiki haji adalah peribadatan yang mampu membawa seorang salik mendaki maqam jasadiyah ke maqam rohaniah; tindakan menepaki kembali jejak adam yang terusir dari surga, ke asal penciptaan yang mulia diantara semua Hamba-Nya.

Mekkah bagiku adalah tempat meningkatkat kualitas kehidupan mistik-nya. Ka'bah sebagai "pusat kosmik" merupakan tempat khusus memperoleh pengalaman rohani yang tidak mungkin diperoleh ditempat lain.

"Ana sirr al-Haqqi wa ma al-Haqq ana, wa ANA Al-HAQQ fa innani ma ziltu aba wa bi al-Haqqi haqqun".

"Ana min nur Allah wa khalaq kulluhum min nuri",

Haqiqah Muhammad yang didalamnya terdapat nama lain Nabi Muhammad yaitu "Ahmad" yang dimaksud dalam hadist "Ana Ahmadun bi-la mim", yang maksudnya adalah "Aku tidak lain adalah Ahad". Jadi Nabi Muhammad yang diberi nama semesta "Ahmad" tidak lain adalah pengejewantahan dari sang "Ahad" sendiri. yaitu Allah SWT.

Zakat yang sebenarnya adalah kesediaan setiap saat dari seorang muslim untuk membantu dan meringankan beban hidup masyarakat. Jadi Zakat bukan kewajiban pelaksanaan pemberian yang ditentukan 2,5%, namun semangat zakat berlaku setiap saat untuk membantu bidang konsumsi masyarakat.

Puasa bukan semata-mata kemampuan yang dilaksanakan menahan lapar di bulan Ramadhan, namun puasa adalah kemampuan untuk melaparkan diri.

Dari praktik zakat dan puasa itu, tujuan akhirnya adalah jelas, menciptakan masyarakat yang mampu mengendalikan hawa nafsunya, serta semangat untuk selalu meringankan beban kemanudiaan. Dari semangat itulah akan lahir esensi ritualitas Haji, yakni keikhlasan total. dan Haji itu sendiri adalah Ritual ROH, olah spiritual. Kewajiban haji bukan hanya bersandar pada kemampuan finansial atau logistik, justru kemampuan olah spiritual inilah yang menentukan.

Jika dengan kemampuan manunggalnya Allah dan hamba, seseorang sudah mampu mengembarakan sukmana atau istilah jawa , "angraga-sukma" (meraga sukma), maka kewajiban haji bukanlah hal yang berat, sebab tanpa memiliki uangpun, seseorang akan sanggup pergi melaksanakan syariat haji dan umrah kapanpun ia menghendaki, Justru semangat sabar, tawakal, ihsan dan ikhlas sebagai inti haji yang merupakan pelajaran paling berat bagi manusia.

4 Tingkatan tauhid

1. Tingkatan tauhid bagi orang yang berdzikir dengan kalimah " la ilaha illallah", adalah tingkatan dasar yang dilakukan oleh awam.

2. Tingkatan tauhid bagi orang yang berdzikir dengan kalimah "la ilaha illa Huwa", kalimat ini setingkat lebih tinggi dari yang pertama. Jika dinisbahkan dengan manusia yang sedang mencintai seseorang, akan lebih terasa kedekatannya, saat menyebutnya dengan ungkapan kata "Dia", tapi tingkatan inipun masih jauh, karena "Dia" seakan-akan berada diluar.

3. Tingkata tauhid bagi orang yang berzikir dengan kalimah "la ilaha illa Anta", Dengan ucapan ini seolah-olah kita berdialog langsung dengan Allah. Hal ini memang memiliki derajat yang lebih tinggi, namun tetap terdapat jarak, sebab masih ada sekat antara mutakallim degan mukhathab.

4. Tingkatan tauhid bagi orang yang berdzikir dengan kalimah "la ilaha illa Ana", ini bukan berarti langsung pengakuan diri sebagai tuhan. Sebab kalimat ini terungkap ketika diri dan jiwanya diliputi Nur-Nya, dalam pancaran al-haqq, mengungkapkan bahwa tidak ada yang paling berhak mengaku AKU kecuali AKU yang hakiki. Sehingga "Ana" dalam ungkapan itu maksudnya adalah "Saya Yang Sebenarnya". ini disinggung dengan ungkapan al-qur'an "inna lillah-i wa inna ilaihi raji'un".