Shalat adalah kewajiban yang diperintahkan Allah kepada kita semua sebagai ummat islam, secara tegas hal ini telah dinyatakan dalam Al Qur’an:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
(QS. Adz-Dzaariyat: 56)
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan Dirikanlah shalat untuk menginggat aku”
(QS. Thaahaa: 14)
“sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang mukmim”
(QS. An Nisaa: 103)
sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT penjelasan ini cukup sebagai pegangan bagi kita bahwa shalat adalah sesuatu yang wajib dilaksanakan, di mana pelaksanannya dilakukan dalam waktu-waktu yang telah ditentukan.
secara umum ibadah shalat yang kita laksanakan maknanya adalah doa dan pujian. Secara khusus ibadah ini berarti menyembah, memuja, mengabdi dan mematuhi Allah SWT dengan aturan – aturan atau tatacara tertentu yang sudah ditentukan-Nya. Aturan atau tata cara ini terdiri atas serangkaian gerak dan bacaan-bacaan yang mengandung makna sebagai pujian, pengagungan, sanjungan dan doa. Ibadah ini mempersiapkan kita untuk beribadah kepada Allah SWT dalam seluruh waktu kehidupan yang kita jalanin. Shalat melatih setiap muslim untuk selalu mengingat-Nya dan beribadah kepada-Nya, inilah yang menjadi tujuan utama dari penciptaan manusia. Pikirkan dan renungkan hakekat ibadah shalat di Al Quran:
“maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat, ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring....”
(QS. An Nisaa: 103)
Setiap muslim yang selalu mendirikan shalat maka dia akan menjadi manusia yang baik akhlaknya. Dalam pergaulan dengan sesama manusia dia akan selalu tampil sebagai manusia yang memiliki sifat – sifat terpuji. Hal ini adalah salah satu alat ukur yang paling nyata untuk menilai apakah seseorang telah manpu mendirikan shalat atau tidak.
Pertanyaan yang timbul adalah mengapa dalam kenyataannya, banyak sekali umat islam yang melaksanakan shalat tetapi mereka juga tetap melakukan pekerjaan – pekerjaan yang tidak terpuji. Kenapa demikian? Jawabannya adalah sebenarnya mereka hanya melaksanakan shalat dan belum mendirikannya. Mereka belum memiliki kemanpuan mendirikan shalat, mereka belum dapat memahami makna shalatnya. Mereka hanya melakukan gerakan – gerakan shalat secara fisik atau lahiriah aja, mereka melaksanakannya tanpa pemahaman dan penjiwaan sama sekali. Shalat bagi mereka hanya menjadi ritual ucapan – ucapan dan gerakan – gerakan tertentu belaka, tanpa manpu memberikan bekas yang nyata dalam jiwanya. Shalat bagi mereka hanya sekadar melaksanakannya saja, dengan maksud agar kewajiban yang dibebankan padanya menjadi gugur.
Keadaan ini dapat kita lihat jelas-jelas disekitar kita, bahkan mungkin sudah menjadi sebuah penyakit yang menghinggapi hampir disebagian besar ummat ini. Shalat yang mereka lakukan sudah kehilangan tujuan dan sangat jauh dari sikap khusyu. Lihatlah di masid – masjid sekitar kita, perhatikanlah orang-orang yang shalat didalamnya kita akan melihat ketergesa-gesaan mereka dalam melakukan shalat. Mereka mengucapkan bacaan dalam shalat seperti orang yang sedang dikejar-kejar sesuatu, ruku’ dan sujud mereka lakukan sekadarnya aja. Orang yang paling dungu pun akan dapat menilai bahwa shalat seperti itu tidak akan manpu memberikan pelajaran sedikitpun pada mereka. Pantaslah jika shalat yang mereka lakukan tidak manpu membentuk diri mereka menjadi seseorang yang memiliki kejujuran, keshalihan, keuletan, kecerdasan, pendirian yang kuat dan kepribadian seorang muslim. Shalat sepertinya malah menjadikan kejahilan dan kezhaliman mereka semakin bertambah-tambah shalat seperti inikah yang diajarkan Rasulullah Muhammad SAW? Tentu saja ‘tidak’ jawabnya, lihatlah sahabat-sahabat Rasulullah Muhammad SAW yang memiliki pribadi – pribadi muslim sejati yang merupakan buah dari kesempurnaan shalat – shalat yang mereka lakukan.
Tatacara yang diajarkan Allah SWT kepada Rasulullah Muhammad SAW dan kemudian Beliau mengajarkanya kepada kita melalui sunnahnya bukanlah hal-hal yang ditujukan untuk merepotkan kita, tetapi untuk mendidik dan melatih kita. Tidaklah mungkin Allah SWT mengajarkan sesuatu yang tidak berguna, Maha Suci Allah dari semua itu. Banyak sekali Hikmah dan pelajaran yang dapat kita ambil dari tata cara shalat, dari kewajiban untuk berwudhu, kesucian tubuh, pakaian dan tempat shalat sampai membaca doa setelah shalat. Semuanya mengandung hikmah dan pelajaran, jika kita mau menggunakan sedikit saja akal dan pikiran kita untuk memikirkan dan merenungkannya. Allah SWT telah menyindirnya dalam surat Al Maidah ayat 58:
“dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengejarkan) shalat, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mau mempergunakan akal.”
Kita tidak tahu siapa yang bersalah dalam hal ini, hanya langkah yang perlu kita lakukan adalah memberikan kembali pemahaman kepada ummat islam tentang eksistensi dan kepentingan khusyu dalam shalat. Khusyu adalah rohnya shalat yang manpu menjadikan shalat menjadi hidup dan memberikan manfaat kepada orang – orang yang melaksanakannya. Shalat adalah kewajiban yang dibebankan Allah SWT kepada manusia bukan karena Allah SWT akan mendapat keuntungan atau manfaat dari shalat yang kita lakukan, tetapi Allah SWT mewajibkan khusyu shalat kepada manuaia adalah untuk kepentingan manusia sendiri.
Allah mewajibkan kita minimal shalat dalam lima waktu yang berbeda dalam sehari semalam. Dalam shalat kita selalu diingatkan dan disadarkan kembali dengan pemahaman tentang Allah dan eksistensi kita sebagai manusia, apa maksudnya? Salah satu maknanya adalah karena shalat yang dilakukan dengan sempurna dan khusyu manpu memberikan penyadaran tentang keberadaan Allah dan tanggungjawab dirinya sebagai manusia dan penyadaran ini manpu meredam sifat – sifat buruk manusia yang selalu dipicu oleh hawa nafsu.
Mengapa kita mesti diingatkan sampai lima kali sehari? Hawa nafsu adalah kekuatan yang sudah sejak lahir ada dalam diri manusia, dari detik ke detik hawa nafsu ditambah dengan bisikan syetan selalu merongrongjiwa kita, berusaha untuk mengubah arah jalan hidup kita kepada jalan yang menyimpang dari tuntunan agama kita yang lurus. Dan jiwa manusia adalah sosok labil yang sangat mudah terpengaruhi, sehingga memerlukan rambu – rambu yang berfungsi untuk menginggatkan dan mengarahkan jiwanya. Shalat yang diwajibkan kepada kita lima kali sehari tersebutlah yang berfungsi sebagai rambu-rambu jiwa kita.
Sikap khusyu akan terbentuk dalam shalat jika kita berusaha memahamin makna – makna ucapan dan perbuatan selama shalat berlangsung. Khusyu’ inilah yang menjadikan shalat memiliki arti dan berperan besar dalam menghasilkan nilai – nilai dan sifat – sifat terpuji bagi setiap muslim yang melaksanakannya. Pelaksananya akan manpu menghilangkan sifat – sifat terpuji bagi setiap muslim yang melaksanakannya. Pelaksanaannya akan manpu menghilangkan sifat – sifat kesombongan dan pembangkangan kepada Allah, serta menhilangkan bentuk – bentuk kekejian dan kemungkaran yang slalu ada dalam diri manusia/ sedemikian pentingnya kedudukan khusyu ini pengaruhnya dalam tindak – tanduk seorang muslim, sehingga ketidak-beradaannya berarti rusaknya perilaku orang tersebut. Inilah yang menjadikan khusyu memiliki nilai yang sangat penting dalam shalat, inilah yang menjadikan shalat menjadi hidup dan memiliki daya gerak dalam perilaku seorang muslim.
Khusyu merupakan bentuk pencapaian tertinggi dari sehatnya hati seorang muslim, bila khusyu tidak ada berarti hati telah didomonasi penyakit atau hal-hal yang menyebabkan hilangnya kecenderungan-kecenderungan kepada Allah. Keadaan ini akan membuat hawa nafsu manpu tumbuh subur dan berkembang biak dalam dirinya. Sehingga mendominasi kerja akal pikirannya. Ketidak-beradaan khusyu merupakan tanda hilangnya kehidupan hati seseorang, keadaan ini akan membuatnya sulit untuk menerima nasehat.saat hati mencapai kondisiu ini maka tidak ada lagi kebaikan bagi seorang muslim dan khusyu pun akan menjauh darinya, karena perilaku akan dipengaruh sepenuhnya oleh hawa nafsu yang cenderung lebih menyukai hal-hal yang menjauhkannya dari Allah.
Usaha – usaha yang dilakukan para ulama untuk mencapai khusyu adalah, dengan berusaha menghidupkan serta membersihkan hati dan pikirannya terlebih dahulu dari sifat – sifat yang tercela dan menunjukkannya pada sifat – sifat yang terpuji. Cara yang umum dilakukan adalah dengan mengajarkan pemahanan mengenai keberadaan Allah, keberadaan kita sebagai manusia dam menginggat Allah di seluruh ciptaan-Nya. Ketiga hal tersebut bertujuan membiasakan hati dan pikiran untuk selalu merasakan keberadaan Allah dan membentuk pemahaman dalam diri bahwa manusia adalah hamba Allah. Saat kebiasaan merasakan keberadaan Allah menjadi dominan, hati diharapkan telah hidup dan pikiranpun telah memiliki konsep dan pemahaman yang benar mengenai eksistensi dirinya sebagai manusia. Hal ini diharapkan manpu membentuk kesadaran dalam doirinya, sehingga sikap khusyu’ dapat dengan mudah tumbuh dalam jiwanya.
Usaha selanjutnya dilakukan dengan melaksanakan shalat, karena shalat adalah salah satu sarana yang disediakan untuk mengisi hati kita dengan nilai – nilai, keyakinan dan prinsip – prinsip yang benar. Lima kali dalam sehari semalam jiwa kita diberikan pemahaman ini agar hati selalu terisi dan tetap teguh pada nilai – nilai, keyakinan dan prinsip – prinsip yang haq. Khusyu’ adalah sikap yang seharusnya lahir dari pelaksanaan shalat yang benar. Shalat seharusnya manpu dari hari ke hari menjadikan kita semakin khusyu’ dalam pelaksanannya, sehingga sikap ini akhirnya manpu meluap dan mengalir dalam keseharian kita. Saat sikap ini manpu tumbuh dalam keseharian diluar shalat – shalat yang kita lakukan, itulah pencapaian yang diharapkan dari ibadah ini yang dijelaskan Allah dalam Al Qur’an:
“.... sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan munkar. Dan sesungguhnya menginggat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaan-Nya)”
(QS. Al-Ankabuut;45)