2006-06-26

Noam Chomsky, Kritikus Kebijakan AS

Berbeda dengan kondisi beberapa puluh tahun yang lalu, dunia saat ini telah mengalami perubahan yang besar. Jika dahulu negara-negara imperialis dunia khususnya AS bisa merasa bebas melakukan apa saja, tetapi tidak untuk saat ini. AS sudah tidak lagi leluasa berbuat semaunya, sebab negara-negara dunia sudah lebih tanggap dan siap melayangkan protes bahkan kecaman terhadap kesewenang-wenangan negara arogan. Tak heran jika akhirnya AS menjadi negara yang paling dibenci oleh masyarakat internasional, karena kejahatan dan kesewenang-wenangan yang dilakukannya di berbagai belahan dunia.
Khusus berkenaan dengan pemerintahan George Walker Bush, para cendekiawan dan pengamat politik yang independen sering melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Gedung Putih. Kritik bahkan kecaman juga disampaikan oleh para cendekiawan di dalam AS sendiri. Salah satu tokoh pemikir di AS yang sering melontarkan kritik tajam terhadap pemerintahan Bush adalah Noam Chomsky, dosen di Universitas Massachusset. Chomsky terkesan terbuka dalam melayangkan kritiknya bahkan sering menyebut pemerintah AS sebagai pelanggar norma-norma kemanusiaan. Pemikir besar ini mengimbau Gedung Putih agar mengubah kebijakannya demi tegaknya perdamaian dan kedamaian di dunia.
Ketegasan Chomsky membuat dunia mengenalnya sebagai tokoh cendekiawan anti kebijakan AS. Di dalam negeri sendiri, Chomsky tidak banyak dikenal. Sebab, pernyataan-pernyataan pedasnya selalu disensor oleh media-media massa AS. Sensor ketat tersebut tidak menyiutkan nyali Chomsky dan rekan-rekannya untuk terus aktif mengungkap kesewenang-wenangan rezim Washington. Melalui media cetak dan situsnya sendiri, kelompok ini tetap aktif memberikan pencerahan kepada masyarakat dunia akan sepak terjang Gedung Putih dan bahaya yang ditimbulkannya bagi rakyat AS dan dunia secara umum.
Salah satu masalah yang diangkat oleh Chomsky adalah kebohongan besar Gedung Putih di balik slogan perangnya melawan teror. Tidak tanggung-tanggung, Noam Chomsky menyatakan bahwa dirinya telah mempelajari klaim perang melawan teror ini selama 25 tahun. Menurutnya, perang AS melawan teror sebenarnya sudah dimulai sejak 20 tahun lalu, tepatnya pada masa Presiden Ronald Reagen yang dikenal ekstrem. Mengenai perang anti teror di masa itu, Chomsky menulis, “Operasi anti terorisme yang dijalankan Washington berubah menjadi hal yang sangat berbahaya sebab untuk itu, AS memimpin sendiri gerakan terorisme di dunia. Operasi anti teror ini difokuskan di Amerika Tengah dan Timur Tengah, dan dampaknya meluas sampai ke Afrika Selatan dan Asia Timur.”
Untuk membuktikan kebenaran klaimnya, Noam Chomsky membawakan beberapa contoh diantaranya dukungan AS kepada operasi teror untuk menggulingkan pemerintahan Nikaragua yang terbentuk melalui revolusi tahun 1979. Chomsky menulis, “Operasi ini dikutuk oleh mahkamah internasional dan Dewan Keamanan merumuskan dua resolusi berkenaan dengan hal ini, namun AS memveto keduanya.” Pemerintahan Reagan telah melakukan banyak kejahatan terorisme, yang salah satunya adalah aksi penembakan pesawat komersial Iran tahun 1988 yang menewaskan sekitar 300 penumpang sipil. Chomsky juga menyebutkan operasi militer AS ke sejumlah negara pada masa itu dan menilainya sebagai invasi dan pelanggaran kedaulatan negara lain. Aksi ini menurutnya jauh lebih buruk dari terorisme yang dikenal oleh masyarakat dunia.
Mengenai era baru perang melawan teror yang dikumandangkan oleh George W Bush pasca peristiwa 11 September, Noam Chomsky menyatakan bahwa mereka yang saat ini mengaku sebagai pemimpin perang melawan teror adalah orang-orang yang sebelum ini pernah divonis oleh mahkamah internasional sebagai pelaku teror. 20 tahun yang lalu mereka mengumumkan perang anti teror, tapi semua menyaksikan apa yang mereka lakukan. Sepak terjang mereka telah mengakibatkan kerugian yang besar bagi kawasan Amerika Tengah dan berapa banyak nyawa warga sipil yang melayang akibat perang ini. Lebih lanjut Chomsky menegaskan, “Jika mau, kami dapat menyusun daftar seluruh kehancuran yang dihasilkan oleh kinerja AS. Sepak terjang ini tidak berkesudahan. Karena itu dapat dikatakan bahwa AS tidak pernah melakukan langkah apapun unhtuk memerangi terorisme.”
Pemikir ini lebih lanjut menyebut nama dua orang yang paling berpengaruh dalam perang anti teror saat ini. Mereka adalah John Negroponte sang arsiktek politik perang melawan teror dan kedua Donald Rumsfeld, komandan lapangan. Mengenai Negroponte yang saat ini menjabat sebagai direktur intelijen nasional AS, Chomsky menyatakan, “Saat menjadi duta besar AS di Honduras, John Negroponte adalah rekan kerja direktur operasi utama dalam perang melawan pemerintahan Sandinista.”
Ia lebih lanjut menyebut Donald Rumsfeld, menteri pertahanan AS saat ini, lebih buruk dari Negroponte. Chomsky menulis, “Pada masa Reagan, Rumsfeld berperan sebagai utusan khusus Presiden ke Timur Tengah. Tugas utama yang dipikulnya adalah menjalin hubungan yang dekat dengan Saddam Hossein, untuk memudahkan AS memberikan bantuan kepada Irak. Salah satu bantuan yang dimaksud adalah bantuan senjata pemusnah massal yang digunakan rezim Saddam untuk melakukan pembantaian massal terhadap warga Kurdi Irak. Setelah perang Irak-Iran berakhir, bantuan itu masih terus mengalir.”
Lebih jauh pemikir AS ini mengungkapkan sisi lain dari peristiwa serangan 11 September 2001, dan mengatakan, “Dalam peristiwa 11 September, untuk pertama kalinya dalam sejarah, AS menjadi sasaran serangan yang biasa dilakukannya terhadap negara lain.” Seketika setelah gedung WTC ambruk George W Bush mengakui bahwa serangan ini dipicu oleh kebencian yang besar terhadap AS. Namun Chomsky menilai pengakuan itu tidak benar dan menyebutnya sebagai langkah penipuan opini. Menurutnya, para teroris tidak membenci rakyat AS. Akan tetapi kebencian muncul akibat kebijakan AS yang salah.
Chomsky menambahkan bahwa penyebab utama kebencian masyarakat dunia khususnya di Timur Tengah terhadap AS, adalah dukungan mutlak Washington kepada rezim-rezim despotik di berbagai belahan dunia, yang salah satunya adalah rezim Zionis Israel yang selama berpuluh tahun menelantarkan, menculik dan membantai rakyat Palestina.
Dalam sebuah pernyataannya pasca peristiwa 11 September, Bush menyebut negara-negara yang melindungi para pelaku teror adalah negara teroris. Dengan alasan inilah AS menggelar serangan militer ke Afganistan dan Irak, lalu mendudukinya. Chomsky tak sungkan menyebut AS sebagai rezim teroris yang melindungi para teroris. Tak lupa cendekiawan ini menyebutkan nama sejumlah orang penting yang terlibat aksi terorisme dan pembantaian warga sipil dalam skala besar. Mereka yang sebenarnya dalam pengejaran itu dilindungi dan hidup bebas di AS. Apalagi, aksi teror mereka juga mendapat dukungan dari Gedung Putih.
Menyimak fakta tersebut, Noam Chomsky menyimpulkan bahwa para teroris terbagi menjadi dua kelompok, teroris yang baik dan teroris buruk. Dalam sebuah artikel di majalah Le Monde Diplomatique, Chomsky menulis, “Washington tidak menyamakan semua teroris. Mereka yang berbuat untuk kepentingan AS tidak dapat digolongkan sebagai teroris dan orang jahat. Sebab apa yang mereka lakukan adalah untuk mewujudkan kebebasan. Pada masa lalu, Osama bin Laden yang sangat ditakuti oleh Uni Soviet disebut oleh media massa AS sebagai pejuang kebebasan.”
Singkatnya, Noam Chomsky meragukan kebenaran klaim perang melawan teror yang disulut oleh AS. Menurutnya, perang melawan teror tidak masuk dalam daftar prioritas agenda kerja Gedung Putih. Profesor Chomsky menyatakan, “Perang melawan teror menuntut keseriusan yang langkah awalnya adalah dengan menyelidiki faktor utama munculnya ketidakadilan di dunia dan kemudian mencarikan cara untuk mengatasinya.”
***
Noam Chomsky sangat meragukan keseriusan niat pemerintah AS dalam perang melawan teror. Menurut Chomsky, AS bukan hanya tidak pernah berusaha menumpas terorisme, tetapi malah menggalakkannya dan AS-lah teroris terbesar di dunia. Untuk menguatkan klaimnya, cendekiawan besar ini menyebutkan beberapa contoh termasuk invasi AS ke Irak yang dimulai bulan Maret 2003 dan berlanjut dengan aksi pendudukan atas negara yang kaya minyak itu.
Memang, Noam Chomsky tidak memandang perang dan pendudukan Irak sebagai masalah yang besar. Dia mengatakan, “Sejak awal sudah dipastikan Irak akan ditakluk dan diduduki, sebab sebelum perang, Irak adalah negara yang lemah. Dengan kata lain, perang ini sama dengan serangan AS ke negara yang berada di ambang kehancuran.” Kata-kata Chomsky ini mengisyaratkan kepada embargo 13 tahun terhadap Irak yang melumpuhkan negara ini. Belum lagi, rakyat di negara itu yang telah siap untuk bangkit melawan kediktatoran Saddam. Namun dengan menggunakan media raksasanya, AS mengesankan bahwa negara ini telah memenangi perang besar melawan Irak.
Dalam sebuah pernyataannya Bush mengatakan bahwa pendudukan atas Irak membuat dunia lebih aman dan aktivitas terorisme dapat ditekan. Pengakuan ini ditentang keras oleh Noam Chomsky. Katanya, “Pendudukan Irak yang dilakukan tanpa persetujuan masyarakat dunia dan selalu diwarnai dengan kejahatan perang yang menewaskan lebih dari seratus ribu jiwa hanya dalam kurun waktu kurang dari dua tahun, telah menjadi salah satu faktor utama meningkatnya aktivitas terorisme di seluruh dunia.”
Saat memberikan sambutan pada seminar tahunan Organisasi Amnesti Internasional bulan Januari lalu, Noam Chomsky mengungkapkan adanya peringatan rahasia yang disampaikan dinas-dinas intelijen kepada para perancang perang Irak bahwa perang ini kemungkinan akan semakin meningkatkan ancaman terorisme di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa Washington dan London memiliki tujuan lain dalam menginvasi Irak, bukan untuk menumpas gerakan terorisme.
Saat ini, Irak menjadi tempat yang paling nyaman untuk merekrut dan melatih para teroris yang bertugas melakukan aksi pengeboman dan pembunuhan terhadap warga sipil yang tak berdosa. Semua itu dilakukan sepengetahuan pasukan AS dan Inggris. Menurut Chomsky, tujuan invasi dan pendudukan Irak adalah untuk menguasai sumber-sumber minyak di negara itu. Dalam wawancaranya dengan koran the Independent, Noam Chomsky mengatakan, “Dengan menguasai sumber minyak Irak, hegemoni AS di dunia akan semakin kuat.”
Profesor Noam Chomsky juga membuat banyak pernyataan pedas mengenai dukungan AS kepada rezim Zionis Israel, padahal di AS, penentangan terhadap Israel akan berakibat buruk bagi seseorang. Karena itu tak heran jika di negara yang menklaim diri sebagai pembela kebebasan itu, jarang sekali ditemukan tokoh yang berani mengungkapkan penentangannya terhadap Israel. Lain halnya dengan Noam Chomsky. Meski beragama Yahudi, namun Chomsky banyak mengkritik Israel dan mengecam dukungan mutlak AS kepada kejahatan yang dilakukan rezim Zionis terhadap rakyat Palestina.
Dalam sebuah pernyatannya, Chomsky mengungkapkan sejumlah fakta tentang kejahatan orang-orang Zionis terhadap rakyat Palestina. Katanya, “Pada tanggal 3 Oktober tahun 2000, Presiden AS saat itu, Bill Clinton, mengeluarkan instruksi pemberian suku cadang militer dan helikopter tempur Apache yang merupakan helikopter tempur tercanggih buatan AS kepada Israel. Masalahnya adalah penguasa Gedung Putih tahu persis, apa yang akan dilakukan Israel dengan helikopter ini.”
Dengan helikopter ini tentara Zionis melakukan kejahatan besar terhadap rakyat Palestina. Berapa banyak warga Palestina yang gugur syahid menjadi sasaran roket dan peluru-peluru yang ditembakkan oleh helikopter Apache. Dengan kata lain, helikopter AS dengan pilot Israel melakukan kejahatan terhadap rakyat Palestina. Chomsky melanjutkan, “Jika orang-orang Arab Palestina membalas serangan itu, mereka akan langsung dicap sebagai teroris.” Chomsky dengan tegas mengkritik dukungan AS kepada Israel, dengan mengatakan,”Selama tiga dekade, AS mengerahkan segenap daya dan kekuatan untuk membela sekutu terdekatnya di Timur Tengah, yaitu Israel.”
Hubungan AS dan Iran juga disoroti dengan tajam oleh Profesor Chomsky. Menurutnya, dukungan AS kepada Iran dibawah rezim Syah adalah berkat ketergantungan Syah kepada AS. Noam Chomsky juga mengkritisi kebijakan AS yang cenderung memusuhi Iran pasca revolusi Islam. Mengenai isu nuklir, peneliti asal Amerika ini menyatakan, “Selama tiga tahun Iran menangguhkan aktivitas pengayaan uranium yang sudah menjadi haknya, hanya untuk memupuk kepercayaan umum akan status damai program nuklirnya. Namun AS dan Eropa menyalahgunakan niat baik Iran ini.” Akibatnya, Iran tidak lagi menaruh kepercayaan kepada Eropa.
Noam Chomsky mengingatkan bahwa langkah bodoh dalam menghadapi Iran hanya akan merugikan AS. Jika itu terjadi, AS dan barat akan terjebak dalam kesulitan yang jauh lebih besar dari Irak. Sebab saat ini yang berkuasa di Iran adalah rezim demokratik. Dan rakyat di negara ini menuntut kepada para pemimpinnya agar tidak tunduk terhadap tekanan pihak asing. Chomsky juga menyinggung persatuan kuat yang ada di Iran dan tekad untuk mempertahankan hak mengembangkan teknologi nuklir sipil. Menurutnya, persatuan inilah yang memberikan kekuatan besar kepada pemerintah Iran. Pemikir AS ini lebih lanjut menyatakan bahwa pengaruh Iran di tingkat regional dan global semakin besar.
Singkatnya, Profesor Noam Chomsky dalam banyak kesempatan melayangkan kritik dan kecaman terhadap kebijakan militerisme AS. Chomsky mengatakan, “Mayoritas negara memandang AS sebagai negara arogan dan ancaman terbesar bagi keamanan negara-negara lain. Mungkin lebih tepatnya saya katakan, semua orang di dunia memiliki pandangan seperti ini. George Bush dan kroninya telah mengubah AS menjadi negara yang paling dibenci dan ditakuti di dunia.” Menurut Chomsky, tidak ada bedanya antara kebijakan umum kubu Republik dan Demokrat.