2006-07-04

Indahnya Poligami

Matlamat dan Tujuan Poligami

APABILA seseorang itu hidup untuk ALLAH, Rasul dan berjuang di jalan-Nya, maka apa saja yang dilakukannya didunia ini matlamatnya adalah untuk mencari keridhaan ALLAH dan kasih sayang-Nya. Dia akan menggunakan dunia ini sebagai alat untuk menegakkan hukum ALLAH, termasuklah poligami. Poligami manjadi salah satu alat untuk mendekatkan dirinya pada ALLAH.

ALLAH meng-haruskan poligami karena ia ada kebaikan untuk hamba-hamba Nya dan perjuangan Islam itu sendiri. Antara tujuan poligami adalah :
Memperbanyak Keturunan

Sabda Rasulullah SAW:
"Bernikah-kawin-lah, berketurunanlah dan perbanyakan anak. Aku bangga dengan pengikut yang banyak di hari Qiamat."

Jadi, meramaikan isteri adalah jalan untuk membanyakkan anak. Jika kita niat berpoligami untuk ALLAH dan menggembirakan Rasulullah, kekasih ALLAH, maka pahalanya besar.
Membela Perawan Tua, janda dan anak yatim

Diakhir zaman jumlah wanita lebih banyak dari laki-laki. Melalui poligami nasib wanita akan lebih ter-jaga dan sekaligus menyelamatkan mereka dari terjerumus ke lembah maksiat dan menyantuni anak yatim.
Menyelesaikan masalah suami sewaktu istri melahirkan, sakit dan lain-lain keuzuran.
Manjadi Saluran wanita untuk semakin mendekatkan dirinya pada ALLAH, antara lain :
Peluang wanita berkorban untuk suami

Seorang isteri yang meridhai suaminya nikah lagi berarti menghadiahkan sesuatu yang sangat istimewa kepada suaminya. Itulah hadiah yang paling besar bagi seorang laki-laki.

Ia merupakan tanda kasih sayang kepada suami, karena hadiah itu menggembirakan hati suami. Bila suami gembira dan ridho, maka ALLAH juga akan suka dan ridho dengan kita.

Ujian untuk wanita

Ujian poligami adalah ujian yang paling berat bagi setiap wanita. Ia menguji sejauh mana wanita itu bisa patuh dan taat kepada perintah ALLAH ataupun tidak. Ujian yang berat ini memiliki arti :

a). Pengahapusan Dosa-dosa

Setiap ujian termasuk poligami adalah bertujuan untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah kita lakukan, sama ada dosa yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Kalau kita sabar dan ridho dengan ujian-ujian ini, maka ia akan memudahkan kita untuk berhadapan dengan kematian, azab kubur dan padang mahsyar.

Ini adalah kasih sayang ALLAH yang harus kita syukuri. Karena tujuan ALLAH menguji kita adalah untuk menghadiahkan kita syurga diakhirat nanti. Firman ALLAH SWT :

"Sesungguhnya ALLAH membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan syurga." (QS. At Taubah : 111)

b). Meninggikan Derajat di sisi-Nya.

Maksud ALLAH dengan ujian ini adalah untuk meninggikan derajat seseorang di hadapan-Nya. Kita sangat senang jika dinaikan kedudukannya, karena itu kita wajib bersyukur kalau ALLAH masih mau menguji kita.

Namun bagi wanita di akhir zaman, poligami lebih dari sekedar menghapuskan dosa-dosa yang mana setiap hari kita terlibat dengan dosa baik yang kita sengaja mapun yang tidak kita sengaja.

Ujian dalam poligami bukanlah musiman. Sekali datang sekali hilang. Ia memerlukan Mujahadah sepanjang masa. Ia merupakan tarbiyah ALLAH yang istiqamah. Yang hanya berakhir bila kita telah menghembuskan nafas yang terakhir. Oleh karena itu hanya cara inilah yang terbaik untuk menghapuskan dosa-dosa kita yang telah lalu, karena ujian ini selalu mengingatkan kita akan balasan atau azab yang akan kita terima di akhirat nanti.

HUKUM POLIGAMI

ISLAM membenarkan poligami. Hukumnya adalah Harus. Firman ALLAH :
"dan Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku 'adil maka cukup satu saja ¦". (QS. An Nisa' : 3)

Jadi ALLAH membenarkan laki-laki nikah lebih dari satu (sampai empat) tapi jika tidak mampu berlaku adil, maka cukup satu.

ALLAH tidak menganiaya hamba-hamba-Nya

Sebagai hamba ALLAH, kita mesti yakin bahwa keharusan dalam ber-poligami tidaklah sekali-kali ALLAH bermaksud untuk men-zalimi kaum wanita, sebagaimana yang sering dilontarkan oleh mereka yang menentang poligami. Ia harus diyakini benar-benar agar kita bisa mengambil kebaikan dan keuntungan yang tersirat dalam poligami. Karena ALLAH tidak sekali-kali membuat hukum yang merugikan hamba-Nya.

Dalam menerima hukum poligami, kita harus berprasangka baik pada ALLAH. Yakinlah bahwa Dia yang mencipta kita, maka sudah tentu Dia tahu sejauh mana kemampuan setiap hamba-Nya. Seperti seseorang yang mempunyai becak, tentu dia tidak akan meletakan berat muatan untuk sebuah lori kedalam becaknya. Karena dia tahu sejauh mana kemampuan becaknya itu.

Maha Suci ALLAH yang telah mencipakan kita, tentu Dia amat Arif dalam segala hal. Bukan saja ALLAH menentukan hukum poligami itu harus, tapi ALLAH juga bermaksud baik dan memang banyak hikmahnya yang bisa kita dapatkan dari hukum poligami ini. Sekiranya kita tidak mampu ber-Mujahadah dalam poligami, bukannya hukum ALLAH itu yang salah akan tetapi diri kita sendirilah yang salah dan lemah imannya.

Hukum poligami ini dilengkapi dengan panduan dan didikkan (tarbiyah) hawa nafsu. Jika ia dilasanakan dengan baik dan tepat sesuai Quran dan Sunnah maka akan banyak memberikan kebaikan dan keuntungan, disamping mendapat ganjaran pahala mati syahid dari ALLAH SWT.
Faktor Keberhasilan

Sebelum mengamalkan poligami, memperjuangkan dan menguatkan iman dalam hati adalah factor utama didalam keberhasilan poligami itu sendiri. Karena tanpa Iman poligami itu akan menjadi suatu yang menakutkan, menyusahkan dan suatu penderitaan yang akhirnya akan membawa kepada kegagalan dan kehancuran.

Maka Iman harus ditingkatkan dahulu. Realisasinya dengan mencintai ALLAH, Rasul dan berjuang di Jalan-Nya, mencintai kebenaran, Rindu kepada Syurga ALLAH, merasa nikmat bila 'bersama ALLAH, syukur atas nikmat-Nya, redha dengan ujian, sabar dalam melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, bertimbang rasa, bertolak angsur, dan lain-lain sifat mulia. Ini semua harus dipahat kuat didalam hati. Ataupun sekurang-kurangnya ia adalah seorang yang mempunyai cita-cita untuk memperjuangkan Agama ALLAH, dan maningkatkan imannya serta bersungguh-sungguh menuju kearah itu.

Orang-orang yang mempunyai sifat seperti inilah yang mampu menerima dan mengamalkan poligami sesuai dengan kehendak ALLAH SWT.

BENARKAH POLIGAMI SUNNAH?

Kebanyakan masyarakat awam menganggap suami yang memiliki istri satu itu lebih mulia dari pada yang memiliki istri lebih daripada satu. Pandangan seperti ini harus diluruskan. Bagaimana mungkin pandangan ini BENAR, sementara Rasulullah sebagai manusia yang paling mulia saja memiliki banyak istri. Selain itu poligami juga merupakan sunnah para nabi terdahulu. Ibrahim menikahi 2 orang istri, Daud sebagaimana disebutkan dalam Taurat menikah dengan seribu wanita. Sulaiman menikah dengan seratus wanita.

Ayat yang mengatur tentang poligami, “Maka nikahilah wanita - wanita yang kamu senangi, dua, tiga, atau empat “ (An-Nisa : 3). Ayat ini juga menunjukan bahwa hukum asal pernikahan adalah ta’addud. Dalam ta’addud ada bentuk ketaatan pada nabi dan meneladani sunnahnya. Nabi menikahi lebih dari satu istri dan kita disuruh meneladaninya, sebagaimana firman ALLAH. “Sungguh bagi kalian pada diri Rasulullah itu terdapat suri tauladan yang baik“ (Al-Ahzab : 21).

Sesungguhnya Ta’addud disyariatkan oleh ALLAH untuk kemashlahatan yang sangat besar dan hikmah-hikmah yang agung. Sebagai muslim, tiada pilihan lain bagi kita kecuali bersikap sami’na wa atha’na (mendengar dan taat) terhadap semua syariat ALLAH.

PILIH CERAI DARI PADA DIMADU?

Banyak wanita yang mengaggap cerai jauh lebih baik daripada dimadu. Alasannya bermacam-macam. Tapi yang paling banyak adalah “daripada makan hati”, baik karena terbakar rasa cemburu atau takut diperlakukan tidak adil.

Masalahnya, meminta cerai dari suami tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at adalah HARAM. Dalam hal ini poligami bukanlah alasan yang dibenarkan oleh syari’at untuk meminta cerai.

Rasululullah SAW bersabda, “Siapa saja dari wanita yang meminta talaq dari suaminya tanpa sebab, maka haram atasnya bau syurga” (HR. Abu Daud & At Tirmidzi).

Dalam riwayat yang lain disebutkan, mereka (wanita) yang meminta thalaq tanpa sebab yang dibenarkan syari’at tidak akan masuk syurga, jangankan masuk syurga bau syurga pun mereka tidak akan dapat, padahal bau syurga itu sudah dapat tercium sejauh jarak 500 tahun perjalanan.

Sungguh ancaman ini sangat jelas. Karena itu wahai para wanita, masihkah kalian akan memilih cerai daripada dimadu? Jika engkau memilih cerai, maka engkau akan kehilangan seorang pelindung sekaligus orang yang menafkahimu. Dan yang paling Fatal adalah kehilangan Syurganya ALLAH. Jadi tidakkah lebih baik engkau bersabar terhadap madumu? InsyaALLAH keikhlasan dan kesabaranmu akan berbuah Pahala dan Jannah-Nya.

SERUAN BAGI SUAMI

Bagi para suami, bila ber-poligami ingatlah selalu sabda Rasulullah SAW, “Barangsiapa yang memiliki dua orang istri, lalu ia condong ke salah seorang diantara keduanya, maka ia akan datang pada hari kiamat sedangkan badannya miring sebelah” (HR. Abu Daud & At Tirmidzi).

Karena itu berlaku adilah kepada istri-istrimu, dan jika engkau sulit untuk berlaku adil maka mintalah ridho dari istri-istrimu, agar ianya tidak memberatkan kalian dihari kiamat nanti. Karena jika istri sudah ridho maka tidak ada lagi beban atas suami. Selain itu, jangan sampai melakukan poligami semata-mata hanya karena nafsu syahwat saja. Janganlah menikahi wanita hanya untuk menghisap madunya setelah itu ditinggalkan sebagaimana orang yang melakukan nikah mut’ah (nikah yang terlarang).

Percayalah, bila poligami dilakukan secara benar sesuai dengan sunnah Rasulullah SAW dan mencari Ridho-NYA sehingga tidak ada pihak yang terzhalimi, insyaALLAH sebuah rumah tangga akan tetap bahagia. Sesungguhnya ALLAH Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-hamba Nya.

SALAH FAHAM TERHADAP POLIGAMI

POLIGAMI sering disalah tafsirkan. Berbagai tanggapan buruk datang dari mereka yang menentang Poligami terutama Wanita. Sedangkan poligami itu dibenarkan ALLAH. Dan sudah sewajarnya Fitrah laki-laki senang ber-Istri lebih dari satu. Tetapi karena sebab-sebab tertentu seperti takut pada istri, mertua, masalah keuangan yang tidak stabil dan sebagainya, dijadikan alasan untuk menolak dan memendam keinginan untuk ber-poligami. Sedangkan para Wanita takut ber-poligami karena tidak sanggup ber-madu, takut hilang kasih sayang suami, dan rasa egoistis yang tinggi diiringi rasa ke-Pemilikan bahwa 'suami adalah miliknya, sehingga ia tidak mau ber-bagi suami dengan saudara madu-nya yang lain.

Karena hal tersebut maka timbulah berbagai macam tuduhan dan cemohan terhadap poligami. Ada yang mengatakan bahwa poligami adalah suatu penganiayaan, penyiksaan dan pen-dzaliman terhadap wanita. Lebih Ironis lagi ada yang mengaitkan nama Rasulullah SAW dan orang-orang yang sholeh, dengan menuduh rumah tangga Rasulullah juga tidak harmonis karena poligami.

Pandangan Negatif terhadap poligami ini timbul karena disebabkan oleh :
Masyarakat kekurangan contoh, bagaimana sebenarnya rumah tangga poligami yang benar. Peranan kaum orientalis, sekuler dan liberalis yang menjelek-jelekan poligami dan rumah tangga Rasulullah SAW.

KEKURANGAN CONTOH

Selama ini masyarakat melihat buruknya poligami Karena pengamal poligami tidak menunjukan contoh yang baik. Suami dengan sewenang-wenangnya menggunakan 'keharusan syariat ALLAH ini untuk memuaskan nafsu semata-mata. Disamping itu landasan ber-poligami bukanlah karena Iman dan Taqwa (faham Islam) tapi karena hawa nafsu belaka. Ditambah dengan tidak bisanya suami mendidik istri dengan Iman dan taqwa kepada ALLAH. Mereka juga berlaku tidak adil terhadap istri bahkan men-dzalimi istri. Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan masyarakat memandang miring terhadap poligami.

Padahal Poligami adalah da'bus sholihin atau jalan orang-orang sholeh. Rasulullah SAW, nabi-nabi dan Rasul-rasul, para sahabat, dan orang-orang yang ber-Iman kebanyakannya mereka ber-POLIGAMI. Istri-istri mereka juga merupakan wanita-wanita sholehah dan pilihan yang ridha dan bahagia dengan poligami. Rumah tangga mereka adalah rumah tangga contoh kepada masyarakat.

Jadi kesimpulannya jika poligami dilaksanakan atas dasar nafsu maka yang terjadi adalah ketidakadilan dan pen-zaliman. Tapi jika poligami dilaksanakan atas landasan Iman dan taqwa pada ALLAH maka ianya akan menjadi syurga dunia bagi mereka yang mampu untuk meng-amalkannya sebagaimana rumah tangga Rasulullah dan para sahabatnya.
PERANAN ORIENTALIS, SEKULER dan LIBERALIS

Ada peristiwa-peristiwa yang berlaku dalam rumah tangga Rasulullah SAW yang telah diselewengkan dan dijelek-jelekan oleh kaum orientalis. Misalnya mereka menceritakan sejarah dilema istri-istri Rasulullah SAW yang pernah ber-masam muka dan mengucapkan kata-kata yang tidah baik kepada Rasulullah. Mereka menggambarkan seolah-olah istri-istri Rasulullah juga berbuat jahat dan tidak sabar serta tidak bahagia dengan poligami.

Sedangkan Rasulullah SAW berpoligami bukan atas dasar nafsu tetapi karena perjuangan, karena hendak membela dan menyelamatkan wanita. Istri-istri baginda pula merupakan wanita-wanita pilihan yang ber-Taqwa. Ketaqwaan dan keimanan mereka mengatasi wanita-wanita lain. Mana bisa kita mengukur nafsu mereka sama saja dengan nafsu kita.

Mereka dipilih oleh ALLAH untuk menjadi istri Rasulullah yang seluruh kehidupannya menjadi contoh kepada seluruh umat manusia. Istri Rasulullah menjadi teladan, guru, dan tempat rujukan kepada para sahabat, laki-laki dan wanita.

Segala kejadian dan peristiwa yang berlaku keatas mereka sebenarnya adalah merupakan makar ALLAH juga, sebagai panduan bagi kita jika suatu saat kita mengalami hal yang sama sepeninggal Rasulullah. Ia juga menjadi sebab keluarnya suatu hukum karena diwaktu itu wahyu masih turun. Sehingga lengkaplah panduan kita dalam mensikapi masalah tersebut.

Selaku Ahlu Sunnah Wal jama'ah kita wajib memuliakan keluarga Rasulullah seluruh para sahabat dan salafus sholeh. Kita harus membersihkan daripada salah tafsir yang dibuat oleh musuh-musuh Islam. Peristiwa yang berlaku dalam rumah tangga mereka itu harus ditafsirkan dengan adil dan tepat menurut Qur'an dan Sunnah, bukan menurut akal logika, hawa nafsu dan kejahilan semata.

Orang yang senantiasa rindu pada kebenaran dan keridhaan ALLAH tidak akan memandang NEGATIF terhadap hukum-hukum ALLAH, apalagi untuk mempermasalahkannya. Sungguh malang dan celaka-lah, bagi wanita yang lebih suka suaminya ber-pelesiran, atau menyimpan wanita lain diluar (WIL) dari pada meng-izinkan suaminya ber-poligami. Dia lebih rela, sekalipun suaminya mungkin terlibat dengan zina daripada membenarkannya menikah lagi dengan sah. Artinya wanita seperti ini rela diri dan suaminya terjun ke Neraka semata-mata karena tidak mau 'Hak-nya dibagi dengan orang lain. Padahal Rasulullah SAW bersabda :" Wanita yang ridho / meng-izinkan suaminya ber-poligami maka ia mendapatkan pahala mati Syahid ".

POLIGAMI JALAN TERINDAH

Menuju SyurgaPada wanita, ia ibarat Memakan obat yang pahit. Karena ia bisa jadi obat. Maka wanita bisa menerimanya. Bermadu itu indah pada seorang laki-laki. Ia Ibarat meminum madu. Sekali-kali tersedak juga. Agar ia berhati-hati. Keindahan beristri itu akan terasa selalu. Kalau ia sering ditinggal-tinggalkan. Sebab kasih akan berbunga selalu

RASULULLAH SAW bersabda :

"Akan datang suatu zaman dimana seorang laki-laki akan diikuti oleh empat puluh orang wanita yang meminta perlindungan karena sedikitnya jumlah laki-laki dan banyaknya jumlah wanita."

Kata-kata Rasulullah lebih dari 1400 tahun yang lalu itu kini sudah mulai kelihatan. Rata-rata diseluruh dunia hari ini jumlah wanita lebih banyak dari pada laki-laki. Gejala ini menimbulkan penyakit sosial di tengah masyarakat yang semakin hari semakin parah.

Perawan Tua / Sulit mendapatkan jodoh merupakan salah satu dari banyak masalah yang memerlukan jalan penyelesaian. Keinginan untuk menikah adalah Fitrah yang kalau tidak dipenuhi akan menimbulkan berbagai macam masalah sosial, lebih-lebih lagi jika manusianya itu tidak ber-Iman dan ber-taqwa. Dan akhirnya masalah pergaulan bebas, zina, pelacuran, kumpul kebo, anak zina dan lain-lain semakin semarak ditengah masyarakat kita.

Salah satunya jalan yang bisa menyelesaikan masalah Perawan Tua dan janda adalah Poligami. Ia jalan yang selamat. Jalan yang menjamin manusia dari terjebak didalam dosa jika ianya dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat. Jalan yang banyak memberi kebaikan dan keuntungan jika ia-nya dilaksanakan atas dasar Iman dan Taqwa.

Ironisnya, badan-badan agama atau LSM-LSM tidak ada yang menggunakan cara ini untuk menangani masalah penyakit sosial yang melanda masyarakat kita. Malah banyak yang 'menentang Poligami dengan memburuk-burukkan orang yang meng-amalkannya, menyulitkan proses kearah poligami, dengan mewujudkan syarat-syarat yang memberatkan dsb. Sedangkan dalam masa yang sama, pintu-pintu maksiat dibiarkan terbuka seluas-luasnya.

Buku ini sedikit banyak diharapkan dapat memberi panduan kepada mereka yang mau ber-Poligami. Dibentangkan jalan dan cara yang praktis untuk menyelesaikan masalah Perawan Tua / sulit dapat jodoh dan kebaikan poligami itu sendiri.

Semoga hukum ALLAH dan Sunnah Rasulullah SAW yang Harus ini dapat di Perjuangkan sebagai salah satu ibadah kepada ALLAH SWT.


MEMPERJUANGKAN Iman adalah tonggak utama dalam kehidupan ber-Poligami. Karena kalau bukan karena landasan iman, jangankan hukum Poligami, hukum-hukum ALLAH yang lain pun tidak akan mampu untuk ditegakkan. Iman lah yang menjadi pendorong utama kepada kita untuk memandang bahwa syariat ALLAH (poligami) itu baik, indah dan bermanfaat kepada manusia, masyarakat dan Negara.

Tidak dapat dinafikan memang adanya rasa 'sakit' dalam ber-poligami. Tetapi hati yang takut dengan azab Neraka ALLAH akan menjadi benteng diri dari melakukan sesuatu hal yang tidak baik (menolak poligami). Iman akan memujuk dan menundukan nafsu yang liar agar tunduk taat kepada suami dan tidak bersikap liar/arogan terhadap suami dan madu-madunya. Inilah yang dinamakan Mujahadah pada seorang wanita. Mujahadah dalam menundukan kejahatan nafsu dan bujukan syetan yang senantiasa mencari peluang untuk menjerumuskan kita kedalam kesesatan karena mengikuti keinginan hawa nafsu kita, yang akan menjerumuskan kita kedalam Neraka.

Setiap mukmin yang memperjuangkan Iman dan Taqwa pasti merasakan ujian dan nikmat dari poligami itu, yang hakikatnya adalah kasih sayang dari ALLAH SWT. Kesakitan, ketidaksenangan dan kekurangan yang dirasa dalam ber-poligami, merupakan penghapus dosa-dosa kita yang akan meringankan hisab kita di akhirat nanti. Tujuan poligami sebenarnya adalah untuk mendidik kita menjadi insan yang memiliki nafsu Muthmainah agar mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Bagi individu-individu tertentu, poligami merupakan suatu kebutuhan. Terutamanya bagi para Pejuang, poligami banyak membantu perjuangannya terutama disudut-sudut ke-pemimpinan.

Masyarakat harus sadar dan menerima hakikat bahwa poligami sudah banyak diamalkan baik yang secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Dan banyak juga yang sudah berhasil malayari bahtera rumah tangganya dengan ber-poligami.

Kini dunia dilanda krisis sosial yang sangat kronis. Salah satu syariat yang dapat menyelamatkannya adalah melalui poligami. Karena kita yakin bahwa setiap HUKUM ALLAH itu tidak akan pernah membawa kerusakan dan penderitaan kepada makhluk-Nya, bagi yang benar-benar IKHLAS mau memperjuangkan Iman dan taqwa.

Hak-Hak Istri Dalam Poligami

Poligami merupakan syariat Islam yang akan berlaku sepanjang zaman hingga hari akhir. Poligami diperbolehkan dengan syarat sang suami memiliki kemampuan untuk adil diantara para istri, sebagaimana pada ayat yang artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” Berlaku adil dalam bermuamalah dengan istri-istrinya, yaitu dengan memberikan kepada masing-masing istri hak-haknya. Adil disini lawan dari curang, yaitu memberikan kepada seseorang kekurangan hak yang dipunyainya dan mengambil dari yang lain kelebihan hak yang dimilikinya. Jadi adil dapat diartikan persamaan. Berdasarkan hal ini maka adil antar para istri adalah menyamakan hak yang ada pada para istri dalam perkara-perkara yang memungkinkan untuk disamakan di dalamnya. Adil adalah memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan haknya. Apa saja hak seorang istri di dalam poligami? Diantara hak setiap istri dalam poligami adalah sebagai berikut:

A. Memiliki rumah sendiri

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Al Ahzab ayat 33, yang artinya, “Menetaplah kalian (wahai istri-istri Nabi) di rumah-rumah kalian.” Dalam ayat ini Allah Azza wa Jalla menyebutkan rumah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dalam bentuk jamak, sehingga dapat dipahami bahwa rumah beliau tidak hanya satu. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Aisyah Radhiyallahu 'Anha menceritakan bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sakit menjelang wafatnya, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya, “Dimana aku besok? Di rumah siapa?’ Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menginginkan di tempat Aisyah Radhiyallahu 'Anha, oleh karena itu istri-istri beliau mengizinkan beliau untuk dirawat di mana saja beliau menginginkannya, maka beliau dirawat di rumah Aisyah sampai beliau wafat di sisi Aisyah. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam meninggal di hari giliran Aisyah. Allah mencabut ruh beliau dalam keadaan kepada beliau bersandar di dada Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Ibnu Qudamah rahimahullah menjelaskan dalam kitab Al Mughni bahwasanya tidak pantas seorang suami mengumpulkan dua orang istri dalam satu rumah tanpa ridha dari keduanya. Hal ini dikarenakan dapat menjadikan penyebab kecemburuan dan permusuhan di antara keduanya. Masing-masing istri dimungkinkan untuk mendengar desahan suami yang sedang menggauli istrinya, atau bahkan melihatnya. Namun jika para istri ridha apabila mereka dikumpulkan dalam satu rumah, maka tidaklah mereka. Bahkan jika keduanya ridha jika suami mereka tidur diantara kedua istrinya dalam satu selimut tidak mengapa. Namun seorang suami tidaklah boleh menggauli istri yang satu di hadapan istri yang lainnya meskipun ada keridhaan diantara keduanya. Tidak boleh mengumpulkan para istri dalam satu rumah kecuali dengan ridha mereka juga merupakan pendapat dari Imam Qurthubi di dalam tafsirnya dan Imam Nawawi dalam Al Majmu Syarh Muhadzdzab.

B. Menyamakan para istri dalam masalah giliran

Setiap istri harus mendapat jatah giliran yang sama. Imam Muslim meriwayatkan hadits yang artinya Anas bin Malik menyatakan bahwa Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam memiliki 9 istri. Kebiasaan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila menggilir istri-istrinya, beliau mengunjungi semua istrinya dan baru behenti (berakhir) di rumah istri yang mendapat giliran saat itu. Ketika dalam bepergian, jika seorang suami akan mengajak salah seorang istrinya, maka dilakukan undian untuk menentukan siapa yang akan ikut serta dalam perjalanan. Imam Bukhari meriwayatkan bahwa Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyatakan bahwa apabila Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sertakan dalam safarnya. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam biasa menggilir setiap istrinya pada hari dan malamnya, kecuali Saudah bintu Zam’ah karena jatahnya telah diberikan kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Imam Ibnul Qoyyim menjelaskan bahwa seorang suami diperbolehkan untuk masuk ke rumah semua istrinya pada hari giliran salah seorang dari mereka, namun suami tidak boleh menggauli istri yang bukan waktu gilirannya. Seorang istri yang sedang sakit maupun haid tetap mendapat jatah giliran sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, bahwa Aisyah Radhiyallahu 'Anha menyatakan bahwa jika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ingin bermesraan dengan istrinya namun saat itu istri Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sedang haid, beliau memerintahkan untuk menutupi bagian sekitar kemaluannya. Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’dy rahimahullah, ulama besar dari Saudi Arabia, pernah ditanya apakah seorang istri yang haid atau nifas berhak mendapat pembagian giliran atau tidak. Beliau rahimahullah menyatakan bahwa pendapat yang benar adalah bagi istri yang haid berhak mendapat giliran dan bagi istri yang sedang nifas tidak berhak mendapat giliran. Karena itulah yang berlaku dalam adat kebiasaan dan kebanyakan wanita di saat nifas sangat senang bila tidak mendapat giliran dari suaminya
.
C. Tidak boleh keluar dari rumah istri yang mendapat giliran menuju rumah yang lain.

Seorang suami tidak boleh keluar untuk menuju rumah istri yang lain yang bukan gilirannya pada malam hari kecuali keadaan darurat. Larangan ini disimpulkan dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang menceritakan bahwa ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di rumah Aisyah Radhiyallahu 'Anha, tidak lama setelah beliau berbaring, beliau bangkit dan keluar rumah menuju kuburan Baqi sebagaimana diperintahkan oleh Jibril alaihi wa sallam. Aisyah Radhiyallahu 'Anha kemudian mengikuti beliau karena menduga bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam akan pergi ke rumah istri yang lain. Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam pulang dan mendapatkan Aisyah Radhiyallahu 'Anha dalam keadaan terengah-engah, beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya kepada Aisyah Radhiyallahu 'Anha, “Apakah Engkau menyangka Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil kepadamu?” Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah menyatakan tidak dibolehkannya masuk rumah istri yang lain di malam hari kecuali darurat, misalnya si istri sedang sakit. Jika suami menginap di rumah istri yang bukan gilirannya tersebut, maka dia harus mengganti hak istri yang gilirannya diambil malam itu. Apabila tidak menginap, maka tidak perlu menggantinya. Syaikh Abdurrahman Nashir As Sa’dy rahimahullah pernah ditanya tentang hukum menginap di rumah salah satu dari istrinya yang tidak pada waktu gilirannya. Beliau rahimahullah menjawab bahwa dalam hal tersebut dikembalikan kepada ‘urf, yaitu kebiasaan yang dianggap wajar oleh daerah setempat. Jika mendatangi salah satu istri tidak pada waktu gilirannya, baik waktu siang atau malam tidak dianggap suatu kezaliman dan ketidakadilan, maka hal tersebut tidak apa-apa. Dalam hal tersebut, urf sebagai penentu karena masalah tersebut tidak ada dalilnya.

D. Batasan Malam Pertama Setelah Pernikahan.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu 'Anhu bahwa termasuk sunnah bila seseorang menikah dengan gadis, suami menginap selama tujuh hari, jika menikah dengan janda, ia menginap selama tiga hari. Setelah itu barulah ia menggilir istri-istri yang lain. Dalam hadits riwayat Muslim disebutkan bahwa Ummu Salamah Radhiyallahu 'Anha mengkhabarkan bahwa ketika Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menikahinya, beliau menginap bersamanya selama tiga hari dan beliau bersabda kepada Ummu Salamah, “Hal ini aku lakukan bukan sebagai penghinaan kepada keluargamu. Bila memang engkau mau, aku akan menginap bersamamu selama tujuh hari, namun aku pun akan menggilir istri-istriku yang lain selama tujuh hari.”

E. Wajib menyamakan nafkah

Setiap istri memiliki hak untuk mempunyai rumah sendiri-sendiri, hal ini berkonsekuensi bahwa mereka makan sendiri-sendiri, namun bila istri-istri tersebut ingin berkumpul untuk makan bersama dengan keridhaan mereka maka tidak apa-apa. Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa bersikap adil dalam nafkah dan pakaian menurut pendapat yang kuat, merupakan suatu kewajiban bagi seorang suami. Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu mengabarkan bahwa Ummu Sulaim mengutusnya menemui Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dengan membawa kurma sebagai hadiah untuk beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Kemudian kurma tersebut untuk dibagi-bagikan kepada istri-istri beliau segenggam-segenggam. Bahkan ada keterangan yang dibawakan oleh Jarir bahwa ada seseorang yang berpoligami menyamakan nafkah untuk istri-istrinya sampai-sampai makanan atau gandum yang tidak bisa ditakar / ditimbang karena terlalu sedikit, beliau tetap membaginya tangan pertangan.

F. Undian ketika safar

Bila seorang suami hendak melakukan safar dan tidak membawa semua istrinya, maka ia harus mengundi untuk menentukan siapa yang akan menyertainya dalam safar tersebut. Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan bahwa kebiasaan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bila hendak safar, beliau mengundi di antara para istrinya, siapa yang akan diajak dalam safar tersebut. Imam Ibnu Qudamah menyatakan bahwa seoarang yang safar dan membawa semua istrinya atau menginggalkan semua istrinya, maka tidak memerlukan undian. Jika suami membawa lebih dari satu istrinya, maka ia harus menyamakan giliran sebagaimana ia menyamakan diantara mereka ketika tidak dalam keadaan safar.

G. Tidak wajib menyamakan cinta dan jima’ di antara para istri.

Seorang suami tidak dibebankan kewajiban untuk menyamakan cinta dan jima’ di antara para istrinya. Yang wajib bagi dia memberikan giliran kepada istri-istrinya secara adil. Ayat “Dan kamu sekali-kali tiadak dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin demikian” ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah bahwa manusia tidak akan sanggup bersikap adil di antara istri-istri dari seluruh segi. Sekalipun pembagian malam demi malam dapat terjadi, akan tetapi tetap saja ada perbedaan dalam rasa cinta, syahwat, dan jima’. Ayat ini turun pada Aisyah Radhiyallahu 'Anha. Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam sangat mencintainya melebihi istri-istri yang lain. Beliau Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berkata, “Ya Allah inilah pembagianku yang aku mampu, maka janganlah engkaucela aku pada apa yang Engkau miliki dan tidak aku miliki, yaitu hati.” Muhammad bin Sirrin pernah menanyakan ayat tersebut kepada Ubaidah, dan dijawab bahwa maksud surat An Nisaa’ ayat 29 tersebut dalam masalah cinta dan bersetubuh. Abu Bakar bin Arabiy menyatakan bahwa adil dalam masalah cinta diluar kesanggupan seseorang. Cinta merupakan anugerah dari Allah dan berada dalam tangan-Nya, begitu juga dengan bersetubuh, terkadang bergairah dengan istri yang satu namun terkadang tidak. Hal ini diperbolehkan asal bukan disengaja, sebab berada diluar kemampuan seseorang. Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa tidak wajib bagi suami untuk menyamakan cinta diantara istri-istrinya, karena cinta merupakan perkara yang tidak dapat dikuasai. Aisyah Radhiyallahu 'Anha merupakan istri yang paling dicintai Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Dari sini dapat diambil pemahaman bahwa suami tidak wajib menyamakan para istri dalam masalah jima’ karena jima’ terjadi karena adanya cinta dan kecondongan. Dan perkara cinta berada di tangan Allah Subhanahu wa Ta'ala, Zat yang membolak-balikkan hati. Jika seorang suami meninggalkan jima’ karena tidak adanya pendorong ke arah sana, maka suami tersebut dimaafkan. Menurut Imam Ibnu Qudamah rahimahullah, bila dimungkinkan untuk menyamakan dalam masalah jima, maka hal tersebut lebih baik, utama, dan lebih mendekati sikap adil. Penulis Fiqh Sunnah menyarankan; meskipun demikian, hendaknya seoarang suami memenuhi kebutuhan jima istrinya sesuai kadar kemampuannya. Imam al Jashshaash rahimahullah dalam Ahkam Al Qur’an menyatakan bahwa, “Dijadikan sebagian hak istri adalah menyembunyikan perasaan lebih mencintai salah satu istri terhadap istri yang lain.” Saran Seorang suami yang hendak melakukan poligami hendaknya melihat kemampuan pada dirinya sendiri, jangan sampai pahala yang dinginkan ketika melakukan poligami malah berbalik dengan dosa dan kerugian. Dalam sebuah hadits disebutkan (yang artinya) “Barangsiapa yang mempunyai dua istri, lalu ia lebih condong kepada salah satunya dibandingkan dengan yang lain, maka pada hari Kiamat akan datang dalam keadaan salah satu pundaknya lumpuh miring sebelah.” (HR. Lima)